Butuh Regulasi, Bahasa dan Sastra Jawa Makin Terpinggirkan

Rabu, 20 Februari 2019 - 16:06 WIB
Butuh Regulasi, Bahasa dan Sastra Jawa Makin Terpinggirkan
Diskusi pelestarian Bahasa Jawa di Gedung DPRD DIY . FOTO/SINDOnews/Suharjono
A A A
YOGYAKARTA - Saat ini penggunaan bahasa Jawa semakin terpinggirkan dan tidak memiliki posisi tawar dan terpinggirkan. Upaya untuk melestarikannya dibutuhan regulasi yang jelas seperti peraturan daerah.

Kepala Balai Bahasa DIY, Pardi Suratno mengatakan, saat ini kemajuan bahasa dan sastra Indonesia sangat luar biasa. Namun berbeda dengan bahasa dan sastra Jawa yang justru mengalami marginalisasi. “Komunikasi saat ini semakin global menjadikan perubahan masyarakat semakin plural sehingga penguasaan bahasa Indonesia menjadi kebutuhan, dan bahasa jawa ditinggalkan ” katanya dalam diskusi pelestarian bahasa Jawa di DPRD DIY Rabu (20/2/2019).

Dengan kondisi ini, kemampuan berbahasa lokal menjadi semakin sempit sehingga bahasa daerah mengalami pengurangan pemakaian. Bahkan dari sisi ekonomi, bahasa dan sastra Jawa mengalami posisi tawar yang semakin rendah sebagai dampak kehidupan yang makin heterogen. “Di bidang pengajaran, bahasa dan sastra Jawa mengalami kemunduran, "ucapnya.

Semakin mundurnya penggunaan bahasa jawa, menjadikan tantangan tersendiri bagi pelestarian bahasa Jawa. Belum lahi ungkapan yang menyatakan bahasa Jawa tidak akan hilang selagi masih ada orang Jawa saat ini menjadi ungkapan yang tidak berdasarkan kenyataan di lapangan.
Perlu regulasi agar pelestarian dan pengembangan bahasa Jawa dapat berjalan dengan baik," tandas Pardi.

Untuk itu lanjutnya, peran pemerintah sangat penting. Selain itu terobosan baru akan menjadikan bahasa dan sastra Jawa semakin memadai dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan." Dorongan penggunaan Bahasa Jawa dengan menciptapkan gerakan berbahasa jawa dan menggunakan busana Jawa memang berdampak positif, tapi ini kurang nendang," katanya.

Saat ini diperlukan peningkatan kemahiran berbahasa Jawa bagi pegawai pemerintah, terutama pejabat publik. Begitu juga dengan pemakaian bahasa Jawa dalam rapat, pertemuan di kampung, masjid, komunitas dan lainnya yang harus digalakkan." Semua itu memerlukan payung hukum misalnya peraturan daerah," beber dia.

Sementara, pakar bahasa Jawa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Ratna Saktimulya menambahkan porsi pelajaran bahasa Jawa pada pendidikan formal sangat minim. Pelajaran bahasa Jawa, dianggap sulit dan membosankan, sehingga ber akibat pada proses belajar-mengajar yang tidak maksimal. “Sejumlah program pemerintah untuk melestarikan bahasa jawa sudah cukup baik, tetapi perlu peningkatan misalnya sampai pada tataran menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa, aksara Jawa,” ulasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0334 seconds (0.1#10.140)