Ganjar: Pemimpin Harus Punya Akal Sehat, Hati Bersih dan Bermanfaat

Minggu, 17 Februari 2019 - 09:38 WIB
Ganjar: Pemimpin Harus Punya Akal Sehat, Hati Bersih dan Bermanfaat
Gubernur Ganjar Pranowo saat menjadi pembicara Dialog Budaya Kerja Menuju Indonesia Bahagia di Keloen Original Batik Artwork Dusun Wanasri, Kelurahan Tirtosari Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Sabtu (16/2/2019) malam. FOTO/IST
A A A
MAGELANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, dalam demokrasi sejatinya rakyat yang memilih, bukan pemimpin yang mencari pemilih. Sebab, rakyat lah yang akan memberi tugas kepada pemimpin. Seperti prinsip hidup yang ia tulis dalam akun sosial medianya, "Tuanku adalah Rakyat, Gubernur hanya Mandat."

"Kitalah yang memberi kriteria ketika memilih pemimpin. Nek salah pilih iso moncrot, gelo. Nek ora milih, berarti jadi orang yang tidak tanggung jawab," katanya saat menjadi pembicara Dialog Budaya Kerja Menuju Indonesia Bahagia di Keloen Original Batik Artwork Dusun Wanasri, Kelurahan Tirtosari Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Sabtu (16/2/2019) malam.

Selain Ganjar Pranowo, hadir pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Yayasan Karina RD Antonius Banu Kurnianto, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Kajen Pati Gus Umar Fayumi dan budayawan Triyanto Triwikromo.

Ditegaskan Ganjar, masyarakat juga harus cerdas dalam memilih, tidak ikut dalam menyebarkan berita hoaks yang baginya itu sikap ndeso.

Diceritakan, penutupan pemerintah federal Amerika sampai hari ini, membawa dampak yang luar biasa. Gelombang protes pegawai negeri masih berlangsung karena tidak mendapatkan gaji. Menurut politikus PDI Perjuangan itu, karena rakyat di sana salah memilih pemimpin yang tidak bisa diajak rembugan, sehingga, pemerintahan menjadi mandeg.

"Makanya, pemimpin itu harus punya akal sehat, hati bersih dan memberi manfaat untuk sesama. Golek pemimpin yang peduli lingkungan, cinta Indonesia dan cinta rakyat. Nek gak sanggup, minggir. Entuk ngamuk, tapi ora ngomak-ngamuk," ujarnya.

Triyanto Triwikromo menyatakan, pemimpin dalam perspektif kebudayaan, memilih pemimpin untuk hidup bahagia atau tidak, berporos pada noto karep (menata niat/kehendak).

"Noto karep. Apakah mau menata kehendak berkuasa, atau menata kehendak untuk menyejahterakan rakyat, menghidupkan rakyat sesuai kebutuhannya," ujarnya.

Sementara itu, Gus Umar menilai, memilih pemimpin agar bahagia sebagai bentuk kerahmatan. Pemimpin yang dipilih pun harus memiliki kerahmatan. Dan Romo Banu menegaskan, memilih pemimpin sebagai kegiatan alami. Harapannya, pemimpin harus bisa membawa amanah.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2191 seconds (0.1#10.140)