Klitih Masih Terus Terjadi, Ini Saran dari Pengamat Sosial UGM

Rabu, 05 Februari 2020 - 17:55 WIB
Klitih Masih Terus Terjadi, Ini Saran dari Pengamat Sosial UGM
Pemberantasan klitih selama ini hanya menertibkan pelaku yang terlibat, adapun pembangunan hanya mementingkan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan dimensi sosial. FOTO/SINDOnews/PRIYO SETYAWAN
A A A
YOGYAKARTA - Fenomena klitih masih terus terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tanpa sebab yang jelas, seseorang atau segerombolan tega melukai orang lain yang sedang melintas di jalan. Setelah itu, korban ditinggalkan begitu saja.

Pengamat sosial Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna mengatakan, ada dua hal utama yang menyebabkan mengapa hingga sekarang kejahatan jalanan yang dilakukan anak-anak atau yang disebutklitih masih terus terjadi di wilayah DIY. Pertama, pemberantasan hanya berfokus pada pelaku dan kedua, pembangunan yang mengabaikan dimensi sosial.

Menurutnya, pemberantasan klitih selama ini hanya menertibkan pelaku yang terlibat, adapun pembangunan hanya mementingkan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan dimensi sosial. Lingkungan pergaulan yang tidak tepat dan dampak pemberitaan di media sosial (medsos) yang langsung dipercaya oleh masyarakat tanpa menyaring terlebih dahulu apakah itu benar atau tidak, juga memberikan dampak pada maraknya aksi klithih.

"Saya kira itulah penyebab utama mengapa klitih masih sulit diberantas," kata Hempri, Rabu (5/2/2020).(Baca Juga: Gara-Gara Persoalan Sepele, Tiga Bocah SMP Bantul Bacok Mahasiswa)

Untuk itu, penegakkan hukum harus terus digencarkan, bukan hanya pelaku yang ditindak, tetapi juga harus bisa mengungkap siapa yang ada dibalik aksi klitih. Termasuk membongkar jejaring klitih.

"Untuk pembangunan sosial, bukan hanya dengan pengarusutamaan dimensi sosial, tapi juga memerlukan peningkatan pendidikan karakter serta kontrol orang tua dan masyarakat (sosial), termasuk peningkatkan anggaran," kata dosen Fisipol UGM itu.

Mengenai mengapa rata-rata pelaku klitih anak di bawah umur, menurut Hempri, lantaran di usia tersebut jiwanya masih labil, mudah terpengaruh lingkungan, dan ingin menunjukkan stigma sebagai sosok yang kuat. Klitih sangat mungkin menjadi salah satu manifestasi dari kondisi kejiwaan itu.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8723 seconds (0.1#10.140)