Kasus Antraks Pertama di DIY pada 2003, Gunungkidul Bukan Satu-satunya

Kamis, 30 Januari 2020 - 20:43 WIB
Kasus Antraks Pertama di DIY pada 2003, Gunungkidul Bukan Satu-satunya
Warga mengubur sapi yang mati mendadak di Gunungkidul. FOTO: IST
A A A
YOGYAKARTA - Kasus antraks menghebohkan Yogya. Kasus ini ditemukan di Kabupaten Gunungkidul. Gunungkidul sendiri bukan satu-satunya diYogyakarta yang pernah ditemukan kasus antraks. Di Bantul, Kulonprogo, hingga Sleman pun kasus antraks juga pernah terjadi.

Pakar Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni memaparkan, penyakit antraks bukan merupakan penyakit yang baru-baru ini saja terjadi.

Sejak tahun 1800-an, penyakit ini sudah ditemukan. Di Indonesia sendiri, penyakit ini dilaporkan muncul sejak tahun 1832 dan untuk penyebaran antraks ini semakin kesini tidak semakin sedikit, tapi semakin luas dan bertambah.

Sedangkan untuk kasus antraks di DIY tidak sekali ini terjadi. Pada tahun 2003 lalu di Sleman sempat ditemukan kasus antraks. Karena penanganan dari Dinas Kesehatan yang bagus, kasus ini dalam sekian tahun tidak ada. Namun, pada 2017 kasus ini kembali muncul.

“Selain Sleman, kasus ini juga muncul di Bantul, Gunungkidul hingga dua kali dan Kulonprogo,” kata Prof Yuni panggilan Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni.(Baca Juga: Pemkab Gunungkidul Yakini Wabah Antraks Berasal dari Luar Daerah
Menurutnya, DIY bisa saja dikatakan sebagai wilayah endemis. Hanya saja untuk jumlahnya tidak tahu persis yang dilaporkan. Ada yang mati, namun tidak tahu positif antraks atau tidak. Kasus antraks ini perlu diuji lebih lanjut, karena memang ada bakteri yang mirip dengan antraks. “Makanya untuk mendeteksi harus ada uji lebih lanjut," paparnya.

Prof Yuni menjelaskan sebagai pencegahan, khususnya di daerah di mana penyakit antraks telah menjadi endemik, perlu dilakukan vaksinasi ternak serta pengawasan secara berkala terhadap hasil dari vaksinasi tersebut.

“Saya menyarankan agar vaksinasi dilakukan dua kali dalam setahun karena antibodi mulai menurun setelah 6 bulan,” jelasnya.

Dekan Fakultas Peternakan UGM Prof Ali Agus mengatakan, meski hampir seluruh kabupaten di DIY sempat dilaporkan terjadi antraks, untuk menentukan Kawasan Rawan Bencana (KRB) antraks tidak bisa serta merta dilakukan.

“Hal yang lebih penting daripada penetapan KRB adalah kesiapsiagaan tingkat tinggi pada daerah yang terdampak, supaya bisa diminimalisir,”terangnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0696 seconds (0.1#10.140)