De Tjolomadoe Sajikan Museum Digital Serta Venue MICE Bersejarah

Jum'at, 24 Januari 2020 - 08:36 WIB
De Tjolomadoe Sajikan Museum Digital Serta Venue MICE Bersejarah
De Tjolomadoe sebagai tempat wisata heritage yang dulunya adalah bekas Pabrik Gula Colomadu yang berlokasi di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Foto: dokumen De Tjolomadoe
A A A
KARANGANYAR - Kemegahan bangunan Pabrik Gula (PG) Colomadu di masa lampau kembali dapat dinikmati di era modern saat ini. Kehadirannya kini tersaji sebagai tempat wisata bernuansa heritage yang menawan yang diberi nama De Tjolomadoe.

Dari sejarahnya, berdirinya PG Colomadu tak lepas dari kekuasaan Puro Mangkunegaran. Pabrik dibangun tahun 1861 di era pemerintahan Mangkunegara IV. Pabrik dirancang oleh seorang ahli berkebangsaan Jerman bernama R Kampf. Mangkunegara IV memberi nama Colomadu yang artinya gunung madu. Pada tahun 1862 pabrik mulai berproduksi. PG Colomadu kala itu telah berorientasi ke masa depan karena menggunakan instalasi standar yang canggih di masanya. Posisinya juga memiliki arti penting dalam perkembangan produksi gula di Jawa.

Setelah berhenti beroperasi tahun 1997, bangunan bekas pabrik gula di Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah tersebut terkesan mangkrak. Hingga 20 tahun berlalu, secara berlahan bangunan menjadi rusak. Bahkan mesin mesin dan besi besi bangunannya juga banyak yang hilang. Namun seolah berienkarnasi, bangunan megah eks PG Colomadu kini telah hadir dan dapat dilihat publik. “De Tjolomadoe mulai dibuka untuk umum Maret 2018 dengan ditandai konser David Foster & Friends,” kata Ahmad Ridho, Sales Marketing Manager De Tjolomadoe.

Jumlah pengunjung dalam satu bulan kini rata rata mencapai 70.000-90.000 orang setiap bulan. Sedangkan saat liburan bisa mencapai 150.000 hingga 200.000 pengunjung per bulan. Dengan tiket masuk Rp35 ribu/orang, pengunjung dapat menikmati museum digital experiance, yakni museum tentang sejarah pabrik gula Colomadu, dan sejarah gula di dunia. Keberadaannya divisualkan secara digital. Selain itu, pengunjung dapat melihat stasiun gilingan, dimana terdapat artefak mesin gilingan yang besar dan berumur ratusan tahun.

Selain juga terdapat area bagian penguapan yang fungsinya dapat dipakai untuk berbagai acara. Juga terdapat bagian stasiun ketelan yang kini fungsinya sebagai pusat handycraft UKM. Juga terdapat besalen yang dulunya merupakan bengkel bubut pabrik. Juga terdapat Tjolomadoe Hall yang dapat digunakan untuk konser internasional. Bekas gudang pengepakan itu juga dapat dipakai untuk pernikahan dengan kapasitas 2.000 tamu.

De Tjolomadoe kini juga difungsikan untuk lokasi MICE, dan tahun 2019 dinobatkan sebagai venue MICE terbaik di Jawa Tengah. Bahkan juga menggondol peringkat kedua untuk Asia Pasific sebagai lokasi venue MICE yang bersejarah. Out De Tjolomadoe juga dapat dipakai untuk beragam event serta mampu menampung 13 ribu pengunjung. De Tjolomadoe dikelola oleh PT Sinergi Colomadu yang merupakan konsorsium dari 3 perusahaan BUMN. Yakni PT PP Persero, PT Jasa Marga, PT Taman Wisata Candi Borobudur, dan pemilik lahan dari PT PTPN.

Eks PG Colomadu mulai digarap menjadi tempat wisata bernuansa heritage pada April 2017. Untuk tahap pertama, yang digarap lahan seluas 6,4 hektar dari total luas bekas PG Colomadu yang mencapai 22 hektar. Agar kemegahan bangunan nampak dari luar, tembok pagar lama dibongkar dan diganti dengan tembok yang rendah. Tembok baru dibuat lebih mundur karena di depannya dibuat trotoar di pinggir jalan Adi Sucipto. Selain itu juga dilengkapi tempat duduk agar menjadi publik area. Sehingga masyarakat dapat selfi atau foto foto dengan latar belakang bangunan pabrik.

Sementara museum heritage di bagian bangunan utama, menampilkan mesin mesin yang dulunya dipakai untuk proses giling tebu. Termasuk jalur rel yang ada di dalamnya tetap dipertahankan. Semua yang ada di dalam pabrik tetap dipertahankan. Gedung convention hall berkelas internasional, panggung dibuat kedap suara, serta berkaca agar rangkaian mesin mesin pabrik tetap nampak dari dalam gedung pertunjukkan. Agar suaranya tidak memantul dari kaca, maka dilengkapi alat penangkap suara. Untuk memperbaiki kembali bangunan yang sudah tua, dan masuk peninggalan sejarah, tingkat kesulitan lebih tinggi dan membutuhkan waktu lama.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1651 seconds (0.1#10.140)