Jokowi Minta Tak Ada Mark-Up Belanja Militer

Jum'at, 24 Januari 2020 - 06:20 WIB
Jokowi Minta Tak Ada Mark-Up Belanja Militer
Jokowi secara khusus mengingatkan Menteri Pertahanan dan pimpinan TNI agar jangan sampai ada mark-up dalam pengelolaan anggaran pembelian alutsista. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara khusus mengingatkan Menteri Pertahanan (Menhan) dan pimpinan TNI agar jangan sampai ada mark-up dalam pengelolaan anggaran .

Apakah pengelolaan anggaran pertahanan sebelumnya ada mark-up? Tidak ada penjelasan perihal tersebut. Sejauh ini juga tidak muncul kasus korupsi yang menyeret belanja pertahanan, baik di Kemhan maupun Mabes TNI.

Namun pesan ini memang patut disampaikanmengingat besarnya anggaran yang dikucurkan untukbidang pertahanan pada tahun 2020 ini, yaknimencapai Rp127,42 triliun atau meningkat 17,53%bila dibandingkan dengan anggaran 2019 yangsebesar Rp108,36 triliun.

Tahun ini porsi anggaran pertahanan merupakan yang terbesar, melampaui porsi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang sebesar Rp120,2 triliun.

Perhatian Jokowi akan pentingnya pengelolaan anggaranyang efisien tanpa ada mark-up dan hanya berorientasi proyek juga pernah disampaikan saat memimpin rapat terbatas kabinet pada Jumat (22/11). Jokowi meyakini Prabowo akan mewujudkan amanat tersebut.

“Saya juga merasa aman untuk urusan 127 triliun ini. Harus efisien, bersih, tidak boleh ada mark-up-mark-up lagi, dan yang paling penting mendukung industri dalam negeri kita,” ujar Presiden saat memberikan arahan kepada peserta rapat pimpinan (rapim) Kemhan, TNI, dan Polri tahun 2020 di Kantor Kemhan, Jakarta, kemarin.

Mantan Wali Kota Solo tersebut berharap, dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk penguatan penguasaan teknologi pertahanan yang mengikuti tren zaman, dalam hal ini menekankan teknologi otomatis yang disertai dengan sistem senjata otonom; teknologi sensor yang mengarah pada sistem penginderaan jarak jauh dan teknologi informasi (TI) yang mendukung pengembangan sistem senjata otonom dan pertahanan siber.

Untuk mewujudkan visi tersebut, menurut Jokowi, kebijakan perencanaan pengembangan alutsista mesti tepat, terutama menilik kegunaannya untuk 20, 30, sampai 50 tahun yang akan datang. “Harus di hitung, harus dikalkulasi semuanya secara detail. Belanja pertahanan harus diubah menjadi investasi pertahanan,” ujar Presiden.

Bagaimana respons Menhan? Juru Bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan komitmen Kemhan untuk mengelola anggaran alutsista sebaik mungkin. Menurut dia, Kemhan ingin fokus meng -gunakan anggaran untuk memperkuat dan memodernisasi alutsista TNI sepanjang 2020 ini. “Pak Prabowo ingin salah satunya (anggaran) itu untuk penguatan dan modernisasi alutsista,” ujar dia di Gedung Kemhan, Jakarta, kemarin.

Prabowo, lanjut Dahnil, memiliki empat prinsip yang akan dijalankan dalam mengelola anggaran. Prinsip dimaksud adalah tepat guna, efisien, ekonomis, serta harus melibatkan aspek geopolitik dan geosentris. “Itulah kenapa kemudian Pak Prabowo banyak berkunjung melakukan muhibah keluar negeri. Itu dalam rangka diplomasi pertahanan,” kata dia.

Menhan Prabowo Subianto sebelumnya sudah merespons harapan Jokowi agar tidak ada mark-up dan pentingnya efisiensi dalam belanja pertahanan. Dia menyatakan komitmennya akan menyisir mata anggaran pertahanan agar tak ada lagi pengadaan alutsista yan gsekadar menghabiskan uang dengan dalih proyek yang tidak jelas. “Beliau sangat tegas kepada saya, tidak boleh ada kebocoran, tidak boleh ada penyimpangan, penyelewengan. Uang sangat berat didapat, uang rakyat, dari pajak. Jadi itu terus-menerus ditekankan Bapak Presiden kepada saya,” ujar Prabowo selepas rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Dan saya menyambut sangat baik perintah itu. Kami benar-benar ingin jaga, tidak ada kebocoran, tidak ada penggelembungan, mark-up yang tidak masuk akal,” lanjut Ketua Umum Gerindra itu.

Prabowo lantas menyatakan kesiapannya menjalankan instruksi Presiden untuk menguatkan industri pertahanan dalam negeri. Dengan demikian Indonesia tak bergantung pada impor dalam pemenuhan kebutuhan alutsista.

Anggota Komisi I DPR RI Willy Aditya mendukung keseriusan Jokowi membangun sistem pertahanan maju. Pasalnya platform pertahanan, lingkungan strategis, dan ancaman terus berubah. Akibatnya peranti-peranti pertahanan pun berubah. Pemahaman itu yang harus menjadi sebuah basis pemikiran dan pemahaman. “Apa yang menjadi perintah Pak Jokowi harusnya diterjemahkan dalam kerangka kerja Kementerian Pertahanan,” tuturnya.

Sementara itu Wakil Direktur Imparsial Gufron Maburi sepakat dengan langkah Presiden Jokowi mengingatkan agar tidak ada mark-up dalam pembelian alutsista. Dalam pandangannya, peringatan tersebut disampaikan karena ada potensi. “Memang harus hati-hati, apalagi anggaran pertahanan termasuk besar,” tegasnya.

Gufron juga mengingatkan pemerintah dalam pembelian alutsista tidak boleh membebani anggaran. Untuk itu dia menyarankan agar pembelian diutamakan alutsista baru. Pasalnya pembelian alutsista baru tidak akan membebani anggaran perawatan.

Rekor Tertinggi Anggaran belanja militer dunia mencapai rekor tertinggi sejak dimulainya Perang Dingin 1988. Alokasi dunia untuk pertahanan mencapai USD1,82 triliun (Rp24.816,9 triliun) pada 2018, naik 2,6% dari setahun sebelumnya. Pengeluaran terbesar dipimpin Amerika Serikat (AS) dan China.

Hal itu berdasarkan laporan Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI). Menurut SIPRI, anggaran belanja militer AS naik 4,6% menjadi USD649 miliar atau setara 36% dari anggaran belanja militer dunia. Alokasi militer AS bahkan hampir sama dengan kombinasia lokasi delapan negara teratas.

China merupakan negara kedua dengan anggaran belanja militer terbesar di dunia. Kendati demikian angkanya tertinggal jauh bila dibandingkan dengan anggaran belanja militer AS, yakni hanya sekitar USD250 miliar atau naik 5%. Anggaran belanja militer China mengalami kenaikan secara beruntun dalam 24 tahun terakhir.

Anggaran belanja militer AS dan China terhitung sekitar separuh dari anggaran belanja militer dunia,” ujar peneliti SIPRI dalam program Arms and Military Expenditure (AMEX), seperti dikutip Reuters.

SIPRI yang juga mengambil data dari Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan anggaran belanja militer Jerman sekitar 1,2% dari PDB, Ing gris 1,8% dari PDB, dan Prancis 2,3% dari PDB. Anggaran belanja militer negara anggota NATO yang terdiri atas 29 negara di estimasi mencapai separuh dari anggaran global.

Adapun Rusia melenturkan otot militer sejak konflik Ukraina dan Perang Suriah menyusul anjloknya harga minyak dunia. Presiden Rusia Vladimir Putin juga memprioritaskan urusan domestik. Akibatnya Rusia terjatuh dari daftar lima besar menyusul adanya penurunan anggaran militer sebesar 3,5%.

Menilik riwayat, Rusia tidak pernah menurunkan anggaran belanja militer hingga 3,5% dalam dua dekade terakhir. Negara lain yang mengalokasikan anggaran besar ialah Arab Saudi, India,Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan. (Dita Angga/Muh Shamil/Abdul Rochim)
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.7729 seconds (0.1#10.140)