Guru Besar Undip Bongkar Kebohongan Keraton Agung Sejagat

Jum'at, 17 Januari 2020 - 05:58 WIB
Guru Besar Undip Bongkar Kebohongan Keraton Agung Sejagat
Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo. FOTO : IST
A A A
SEMARANG - Keraton Agung Sejagat di Purworejo Jawa Tengah, menggegerkan masyarakat karena klaim-klaim kontroversial. Selain klaim kekuasan seluruh negara di dunia, keraton itu disebut sebagai penerus Kerajaan Mataram.

Sejarawan Universitas Diponegoro (Undip) Prof Dr Singgih Tri Sulistiyono, M.Hum mengatakan, klaim dari Raja Toto Santoso (42) mesti didukung bukti otentik dan kredibel. Berdasarkan pengamatannya, klaim itu lebih mengarah ke Kerajaan Mataram Hindu (Mataram Kuno).

"Kalau beliau-beliau baik raja maupun permaisuri itu mengaku keturunan Raja Mataram, dalam hal ini tampaknya mereka cenderung mengindentifikasikan dirinya dengan Mataram Hindu, bukan Mataram Islam yang sekarang sisa-sisanya masih ada," kata Prof Singgih, Jumat (17/1/2020).

"Kan perlu ada bukti-bukti yang otentik yang juga kredibel, atas klaimnya itu. Karena dia menggunakan dasar-dasar historis atau sejarah apa untuk mengukuhkan keberadaannya pada saat ini," tambahnya.

Dia menilai dokumen-dokumen maupun prasasti yang di kawasan keraton tak menunjukkan keterkaitan dengan Kerajaan Mataram. Selain itu, Kerajaan Mataram Kuno dengan Wangsa Sanjaya dan Syailendra sudah tak ditemukan jejaknya lagi sejak abad ke-11.

"Saya kira dokumen-dokumen yang sekarang ada dan saya tahu tampaknya kok belum ada ya (keterkaitan)," tutur Guru Besar Undip yang terlibat dalam penyelidikan kasus Keraton Agung Sejagat bersama Polda Jateng itu.

"Kalau secara logika juga sulit diterima ya, karena keberadaan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah ya di Bumi Mataram itu kan sejak abad ke-7 dan ke-8. Kemudian setelah abad ke-11 itu kan tidak ada informasi lagi yang berdasarkan prasasti atau informasi yang ada," bebernya

Dia menjelaskan, Kerajaan Mataram kemudian bergeser ke Jawa Timur dan berdiri Wangsa Isyana. Kemudian lahir dinasti dan kerajaan-kerajaan yang silih berganti mulai dari Kerajaan Mpu Sendok, Kahuripan, Erlangga, Dharmawangsa, Jenggala, Kediri, kemudian Singasari dan Majapahit.

"Kalau di Jawa Tengah, Mataram waktu itu Wangsa Sanjaya dan Syailendra. Kerajaannya di sekitar Jogja - Magelang, karena kita bisa menemukan bekas-bekas candi jadi diperkirakan situ. Kalau keratonnya sendiri analisisnya yang baru di Candi Boko. Sedangkan untuk Prambanan, Borobudur, Pawon, Mendut itu bukan keraton tapi tempat ibadah Hindu maupun Budha," terangnya.

"Jadi dinasti di Jawa Tengah sepertinya sudah tidak ada kabar lagi waktu itu. Lalu dia (Raja Toto Santoso) memperoleh itu dari mana. Saya juga masih belum tahu," tandas dia.

Prof Singgih juga meragukan klaim Toto yang menyebut memiliki kedekatan dengan Hamengkubuwono X. Dia merinci secara histori tak ada bukti maupun fakta keterkaitan antara Mataram Hindu dengan Mataram Islam.

"Bukti-bukti fakta historis memamg tidak ada (keterkaitan). Mataram yang sekarang ada, sisanya itu adalah Jogja dan Solo. Jogja ada Kasultanan dan Pakualaman, Solo ada Kasunanan dan Mangkunegaran. Sebenarnya ini kan dinasti baru setelah munculnya kerajaan Islam di Demak. Ini pasca-Majapahit," ungkapnya.

"Kemudian di Demak mengalami kekacauan lalu pindah ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya. Kemudian dari Pajang pindah ke Mataram yang didirikan oleh Sutawijaya atau Panembahan Senopati," terangnya lagi.

"Memang ada satu cerita yang bersumber dari Babat Tanah Jawa, bahwa Panembahan Senopati itu juga keturunan dari orang kuat yang berasal lokal di situ. Tetapi sambungan silsilahnya itu nanti kaitannya juga dengan Majapahit di Jatim, jadi bukan sampai ke zaman Mataram dari Raja Sanjaya atau Samaratungga. Enggak sampai, enggak nyambung ke sana. Kalau Hamengkubuwono kaitannya mungkin dengan Demak, kemudian Demak dengan Majapahit."

"Jadi untuk bisa mengurutkan, artinya dia (Raja Toto) harus punya urutan nama raja-raja, juga buktinya apa. Prasastinya mana, kitabnya mana, atau mungkin sumber-sumber dari informasi, misalnya catatan Kekaisaran China yang mungkin dulu pernah sampai ke Jawa. Apakah sampai mencatat itu? Jadi harus bisa dibuktikan secara otentik dan kredibel," tegas dia.

Kemudian untuk wilayah kekuasaan yang mencapai seluruh dunia juga dimentahkan. Sebab, Wangsa Sanjaya dan Syailendra kala itu selalu bersaing dan wilayah kekuasaannya tidak sampai ke India maupun Timur Tengah.

"Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra yang di dalam sejarah Jawa, maupun sejarah nusantara itu memang silih berganti, dan saling bersaing. Tapi pada periode tertentu ada akomodasi yang melakukan perkawinan politik di antara mereka," sebut dia.

"Di dalam bukti-bukti dari Kerajaan Mataram itu memang pernah salah seorang raja yang namanya Raja Indra, memang dulu pernah melakukan ekspansi yang menurut beberapa catatan prasasti di daratan Asia Tenggara, sampai juga berita-berita China itu, pernah melakukan ekspansi ke wilayah Campa Kamboja, kemudian Vietnam," ujarnya.

"Kemudian juga salah satu dinasti yang terkait dengan Mataram itu juga mendirikan Kerajaan Sriwijaya dari Wangsa Syailendra itu, yang membangun Borobudur, juga mengembangkan kekuasaan di Sriwijaya. Pada waktu tertentu dia juga berkuasa di sebagian Semenanjung Malaysia, sampai Ligor, Selat malaka, memang dikontrol oleh Sriwijaya. Tapi tidak sampai seluruh dunia," tandasnya.

Menurutnya, kala itu jalur perdagangan sudah maju sehingga banyak pedagang Sriwijaya yang berlayar hingga China dan Afrika. Namun, mereka hanya menjalin hubungan perdagangan atau hubungan perekonomian.

"Memang perdagangan Sriwijaya mulai dari China sampai Madagaskar Afrika sampai India tapi kan itu hubungan ekonomi. Kekuasaan efektif mungkin ada di Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan, juga sebagian Semenanjung Malaysia," pungkasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9006 seconds (0.1#10.140)