Terdakwa Suap Lelang Proyek Rehabilitasi SAH Minta Hukuman Ringan

Kamis, 09 Januari 2020 - 18:47 WIB
Terdakwa Suap Lelang Proyek Rehabilitasi SAH Minta Hukuman Ringan
Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri, Gabriella Yuan Anna Kusuma, terdakwa kasus suap proyek rehabilitasi SAH Jalan Soepomo Yogyakarta menyampaikan pledoi di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Kamis (9/1/2020). FOTO/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta menggelar sidang lanjutan dugaan suap lelang proyek rehabilitasi Saluran Air Hujan (SAH) Jalan Soepomo Kota Yogyakarta dengan terdakwa Direktur Utama PT Manira Arta Rama Mandiri Gabriella Yuan Anna Kusuma (39), Kamis (9/1/2020). Agenda sidang adalah pembacaan pledoi (pembelaan) terdakwa.

Pembacaan pledoi dilakukan oleh penasehat hukum dan terdakwa sendiri. Dalam pembelaannya, penasehat hukum maupun terdakwa mengakui kesalahannya. Namun terdakwa menolak dituduh melakukan persengkongkolan untuk memenangkan lelang proyek. Sebab dia terkecoh oleh terdakwa lain, Eka Safitra dan Satriawan Sulakson. Terdakwa mengaku tidak berbuat aktif mencari proyek, tetapi ditawari kemudian terkecoh dan termakan bujuk rayu Jaksa Kejari Yogyakarta dan Jaksa Kejari Surakarta tersebut.

"Padahal sebagai jaksa Eka Safitra tidak dalam kapasitas memenangkan proyek. Jadi murni sepenuhnya hanya ditawari. Tidak seperti yang diberitakan, ini permainan proyek," kata penasehat hukum Gabriella Yuan Anna Kusuma, Widi Wicaksono.(Baca Juga: Diduga Terima Suap Proyek Rehabilitasi SAH Yogya, Dua Jaksa Diadili)

Menurutnya, pembelaan ini buktikan tidak ada satu pun dari pihak Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) dan Bagian Pengadaan Lelang (BLP) Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta yang ditangkap. Antara Eka Safitra dengan panitia lelang proyek tidak ada hubungan sama sekali, sehingga tidak ada permainan. Kalau ada permainan, kata Widi, memberi bantuan atau kesempatan, maka akan ditangkap semua. Dalam kasus ini terdakwa murni sebagai pengusaha yang terkecoh akan dimenangkan dalam lelang, padahal kenyataannya memang menang murni.

"Menangnya ini karena ndelosor, yaitu memberikan potongan hingga 23%. Jadi tidak ada hubungan antara jaksa kepada panitia lelang. Sampai sekarang tidak ada yang ditangkap. BLP dan DPUPKP tidak ada masalah dan diproses secara hukum hanya saksi saja," katanya.

Untuk itu, Widi menilai penerapan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 2 UU 20/2001 jo 64 KUHP dengan tuntutan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp150 juta atau kurungan 3 bulan tidak relevan dengan fakta di persidangan. Lebih relevan diterapkan Pasal 13 UU No 31/1999 tentang Tipikor. Sebab terdakwa memberikan uang kepada Eka Saputra sebagai jaksa bukan kepada panitia lelang yang menentukan menang tidaknya lelang proyek. Hanya membantu menghubungkan.

"Beda dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor terdakwa langsung menghubungi panitia yang memenangkan. Jadi hanya diberikan tawaran, kemudian memenangkan. Panitia sendiri tidak memenangkan kliennya, tapi murni menang. Sehingga dengan tuntutan jaksa ini kami keberatan. Karena ini minta keringanan hukuman," katanya.

Penasehat hukum Gabriella lainnya, Sofyan Muhammad menambahkan, kliennya memenangkan lelang itu karena memenuhi syarat administrasi dan teknis serta penawaran paling rendah responship dibandingkan dengan perusahaan lain. Uang yang diberikan kepada Eka Safitra Rp221 juta digunakan dan dimanfaatkan untuk keperluan sendiri Eka Safitra dan tidak ada fakta telah didistubusikan kepada pihak terkait yang berhubungan dengan proyek lelang.

"Justru secara prinsip terdakwa mengalami kerugian secara meterial untuk pembiayaan proyek awal dan kepada Eka Safitra sebesar Rp1,5 miliar. Dan setelah terjadi perkara ini proyek SAH dihentikan oleh PPK, uang muka telah dikembalikan beserta bunga. Dan yang terpenting tindakan terdakwa selama ini tidak pernah merugikan negara," katanya.

Hal yang sama diungkapkan terdakwa Gabriella Yuan Anna Kusuma. Menurutnya, selama proses lelang tidak ada intervensi semua berjalan sesuai dengan prosedur. Ia memenangkan lelang secara murni sebagaimana persyaratan dan ketentuan yang telah ditentukan oleh panitia lelang. Namun mengakui memberikan uang kepada Eka Safitra seperti permintaannya sebagai fee. Tetapi uang itu sebagai komitmen dirinya kepada Eka Safitra atas tawaran proyek itu bukan untuk memenangkan lelang. Termasuk tidak mengunakan uang negara untuk kepentingan hidupnya.

"Eka Safitra sebagai anggota Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta hanya mendampingi proses lelang dan pelaksanaan kegiatan proyek setelah panitia BLP menentukan pemenangnya," katanya.

Atas dasar itu, jika dinyatakan bersalah, maka dia memminta putusan hukuman seringan-ringannya dan ditempatkan di rumah tahanan (rutan) atau lembaga permasyaratkan (lapan) yang tidak jauh dari keluarga, sehingga masih bisa berinteraski dengan mereka.

Hakim ketua sidang, Suryo Hendratmoko setelah mendengar pledoi dari terdakwa sebelum menutup persidangan menanyakan kepada JPU apa ada tanggapan atau tidak atas pledoi itu.

JPU Bayu Satriyo kepada hakim mengatakan tidak memberikan tanggapan dan tetap menuntut terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31/1999 jo Pasal 2 UU 20/2001 jo 64 KUHP.

Mendengar tanggapan JPU, Hakim menanyakan kepada terdakwa apa ada tanggapan. Terdakwa melalui penasehat hukumnya juga meminta kliennya dituntut dengan Pasal 13 UU Tipikor bukan Pasal 5 UU Tipikor. Setelah mendapat jawaban, hakim ketua Suryo Hendratmoko kemudian mengakhiri sidang tersebut dan akan melanjutkan persidangan, Kamis (16/1/2020) dengan agenda pembacaan putusan. "Sidang ini akan dilanjutkan Kamis, 16 Januari 2020," katanya sambil mengetuk palu mengakhiri sidang.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4949 seconds (0.1#10.140)