Awal 2019, Kasus DBD di Yogyakarta Capai 35 Kejadian

Kamis, 07 Februari 2019 - 23:19 WIB
Awal  2019,  Kasus  DBD di Yogyakarta Capai 35 Kejadian
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi (dua dari kiri) memberikan keterangan soal perkembangan kasus DBD di Yogyakarta, di kantor humas dan protokol UGM, Kamis (7/2/2019). FOTO/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Kasus deman berdarah dengue (DBD) di Yogyakarta awal 2019 meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama 2018. Data Pemkot Yogyakarta hingga 5 Februari 2019 mencatat ada 35 kasus DBD, sedangkan tahun sebelumnya hanya 7 kasus.

Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan jika dilihat kuantitasnya, kasus DBD di Yogyakarta selama tiga tahun terakhir terus mengalami penuruan. Pada 2016, terjadi 1705 kejadian DBD, yang mengakibatkan 13 penderita meninggal dunia. Kemudian pada 2017 turun menjadi 414 kasus DBD, dua di antaranya meninggal dunia dan tahun 2018 menjadi 113 kasus DBD, dengan dua penderita meninggal dunia.

“Namun dengan adanya peningkatan di awal tahun ini,maka perlu diwaspadai adanya puncak kasus DBD pada tahun 2016 lalu,” kata Heroe Poerwadi wartawan di kantor Humas dan Protokol UGM, Kamis (7/2/2019).

Heroe menjelaskan permintaan kewaspadaan ini juga lantaran, pada awal tahun pada 3 tahun sebelumnya juga cukup tinggi. Tercatat di awal 2016 terjadi 89 kasus, pada 2017 ada 159 kasus, 2018 ada 7 kasus dan tahun 2019 ini meningkat lagi menjadi 35 kasus. DBD paling banyak pada 2016 terjadi di Kelurahan Kricak yakni 70 kasus, pada 2017 di Kelurahan Cokrodingratan 20 kasus, pada 2018 di Kelurahan Prengan 8 kasus dan 2019 di Notoprajan sebanyak 6 kejadian.

“Untuk kecamatan pada 2016 paling banyak di Kecamatan Tegalrejo, 180 kasus, 2017 dan 2018 di Kecamatan Umbulharjo sebanyak 101 kasus dan 25 kasus serta tahun 2019 di Kecamatan Gondokusuman dan Ngampilan, masing-masing 8 dan 7 kasus,” kata Heroe.

Pemkot Yogya telah mengeluarkan surat edaran kewaspadaan DBD termasuk dengan mengalakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan 4M (menguras menutup, memanfaatkan kembali barang bekas, memanjat dan membersihkan talang).

Bersama UGM, Pemkot Yogya juga melakukan kerjasama untuk penanganan dan pencegahan DBD di antaranya melalui World Mosquito Program (WMP) yakni melepaskan nyamuk ber-Wolbachia di sejumlah kecamatan di Kota Yogyakarta.

Langkah lain dengan menggalakan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik dan Sambang Kampung, dan aktivitas pemberantasan sarang nyamuk dengan melibatkan berbagai pihak lintas sektoral. "Termasuk bersama dengan Swedia juga melakukan kerjasama pembuatan peta di mana daerah yang berpotensi menjadi sebaran nyamuk penyebab DBD,” terangnya.

Penelitian utama WMP Yogyakarta, Adi Utarini menjelaskan saat ini pihaknya tengah menjalankan studi Aplikasi Wolbachia dalam Eliminasi Dengue (AWED) sejak 2016. Yakni dengan melepaskan nyamukber-Wolbachia di sejumlah kecamatan di Kota Yogyakarta dan penyebaran telah selesai dilakukan pada 2017. “Dari hasil pemantauan yang dilakukan diketahui saat ini lebih dari 90% nyamuk Ae Aegypti di Kota Yogyakarta sudah ber-Wolbachia,” ungkapnya.

Selanjutnya, WMP Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan perekrutan pasien demam yang berobat di 18 puskesmas/ puskesmas pembantu di Kota Yogyakarta dan 1 puskesmas di Kabupaten Bantul. Studi dibagi menjadi dua wilayah yakni wilayah dengan intervensi nyamuk ber-Wolbachia dan wilayah yang tidak diintervensi nayamuk ber-Wolbachia. Dengan pembagian wilayah ini akan diperoleh perbandingan kasus DBD di wilayah pelepasan Wolbachia.

Setiap pasien demam yang datang ke puskesmas akan ditanya kesediaannya mengikuti studi ini. Sejak penelitian dimulai pada 2018 lalu hingga akhir Januari 2019 ini sudah ada 3.400 pasien yang berpartisipasi menjadi responden penelitian. “Hasil studi baru bisa diketahui pada tahun 2020 mendatang, tetapi setiap perkembangan yang ada akan selalu kita sampaikan ke dinas kesehatan,” paparnya.

Mengingat besarnya ancaman DBD, Adi Utarini menghimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan jika mengalami demam untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan terdekat. “Umumnya fatalitas terjadi karena kurang waspada sehingga terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan. Saat ini puskesmas di Kota Yogyakarta telah ada perangkat tes untuk diagnosis dini DBD,” jelasnya.

Peneliti lainnya, Riris Andono Ahmad menyampaikan dari pemantauan WMP Yogyakarta terhadap nyamuk di Kota Yogyakarta diketahui di awal musim penghujan ini terjadi peningkatan yang sangat nyata dari populasi Ae Aegypti. Populasi jauh lebih tinggi di bulan yang sama di 2017 dan 2018. Namun hampir sama dengan data di 2016 saat terjadi puncak kasus DBD.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6741 seconds (0.1#10.140)