Catatan Hukum UII Sepanjang 2019, dari Pemilu hingga Amandemen UU NRI

Sabtu, 28 Desember 2019 - 20:45 WIB
Catatan Hukum UII Sepanjang 2019, dari Pemilu hingga Amandemen UU NRI
Kepala PSH UII Anang Zubaidi (tengah) bersama peneliti PSH UII Idul Rishan (kiri) dan Sekretaris Jurusan Hukum FH UII Bagus Agung Prabowo memberikan keterangan soal catatan hukum 2019 di FH UII, Sabtu (28/12/2019). FOTO/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
SLEMAN - Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) memaparkan catatan hukum di Indonesia sepanjang 2019 di FH UII, Jalan Tamansiswa, Yogyokarta, Sabtu (28/12/2019). Ada enam hal utamayang menjadi fokus bahasan, yaitu Pemilu 2019, kontroversi pembahasan UU, UU KPK, Agraria, pelanggaran HAM, serta jabatan presiden dan GBHN.

Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) UII Anang Zubaidi menjelaskan, dalam konstestasi Pemilu 2019 yang diharapkan sebagai instrumen demokrasi paling beradab, ternyata telah melahirkan sikap pragmatisme di kalangan elit. Selain itu, Pemilu 2019 juga seolah membenarkan sinyalemen masyarakat bahwa telah terjadi kekuasaan yang oligarkis secara nyata dan menumbuhsuburkan praktik dinasti politik.

"Untuk pembahasan beberapa RUU kontroversial (seperti RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU KPK, dan beberapa RUU lain) pada masa-masa akhir DPR periode 2014-2019 semakin menunjukkan pembangunan hukum di Indonesia yang tanpa desain. Atau, setidaknya desainnya tidak matang," katanya.

Pada 2019 juga menorehkan catatan upaya pelemahan sistematis agenda pemberantasan korupsi. Pasca pemilihan pimpinan KPK yang penuh kontroversi, DPR dan pemerintah bersepakat memperlemah KPK
melalui revisi kedua UU KPK.

Selanjutnya, konflik agraria marak terjadi pada 2019 yang berkaitan dengan status kepemilikan. Karena alasan untuk meminimalisir konflik, pemerintah dan DPR justru menyusun RUU Pertanahan yang penuh kontroversi.

"Untuk pelanggaran HAM, alih-alih terjadi penuntasan pengungkapan kasus pelanggaran HAM di masa lalu, tahun 2019 justru menambah sejarah kelam pelanggaran HAM. Beberapa contoh pelanggaran HAM seperti kekerasan aparat dalam penanganan aksi demontrasi, penguasaan lahan karena alasan pembangunan, tindakan rasisme sekelompok masyarakat, pelarangan ibadah oleh sekelompok orang, hingga pelarangan ceramah dan diskusi," katanya.

Terakhir, rencana elit untuk melakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang semestinya dimaksudkan untuk memperbaiki ketatanegaraan Indonesia justru kental alasan politis dan kepentingan sesaat. Padahal, UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar semestinya merupakan buah dari kebutuhan hukum masyarakat.

Berdasarkan catatan di atas, sivitas akademika FH UII memandang perlu menyampaikan sikap
sebagai berikut.

1. Menolak keras sikap elit membangun kekuasaan yang oligarkis dan menyuburkan bibit dinasti politik. Sikap ini selain tidak sesuai dengan semangat reformasi, juga bertentangan dengan prinsip demokrasi yang memberikan ruang luas bagi seluruh rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik.

2. Meminta kepada DPR periode 2019–2024 bersama pemerintah untuk secara serius melakukan pembangunan hukum dengan desain yang berorientasi bagi terwujudnya masyarakat yang berdaulat, adil, dan makmur. Penyusunan Prolegnas 2020-2024 harus dijadikan sebagai momentum untuk
membuktikan bahwa pembangunan hukum ke depan memiliki desain yang matang, bukan sekedar karena kebutuhan pragmatisme sesaat sekelompok elit.

3. Meminta kepada pemerintah dan DPR untuk serius menjalankan agenda pemberantasan korupsi yang sudah semakin akut serta menolak segala bentuk pelemahan KPK.

4. Mendesak kehadiran negara dalam penanganan konflik agraria dengan tetap mengedepankan hak dan kepentingan masyarakat.

5. Mendesak pemerintah untuk secara serius menyelesaikan pelanggaran HAM baik di masa lalu maupun yang baru terjadi.

6. Menolak rencana sebagian elit untuk melakukan amandemen UUD NRI Tahun 1945 yang berorientasi pendek dan pragmatis.

"Catatan refleksi hukum 2019 dan sikap UII ini akan kami sampaikan kepada pihak berkepentingan, yakni pemerintah dan DPR. Selain itu, juga akan dibuat buku," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7326 seconds (0.1#10.140)