Begini Kisah Imam Syafii saat Bertamu ke Rumah Imam Ahmad

Rabu, 25 Desember 2019 - 08:25 WIB
Begini Kisah Imam Syafii saat Bertamu ke Rumah Imam Ahmad
Foto Ilustrasi : Istimewa
A A A
Imam As-Syafii (150-204 Hijriyah) atau Abu Abdullah Muhammad bin Idris As-Syafii adalah satu dari empat imam mazhab. Ulama kelahiran Ghazzah (perbatasan Syam ke arah Mesir) ini punya kisah menarik ketika bertamu ke rumah Imam Ahmad.

Semua ulama tidak meragukan kapasitas keilmuan Imam Syafii. Beliau merupakan salah satu guru Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali.

Al-Habib Quraisy Baharun (murid ulama besar Yaman Al-Habib Umar bin Hafiz) menceritakan kisah kunjungan Imam Syafii ke rumah Imam Ahmad. Kisah ini cukup populer di kalangan penuntut ilmu.

Suatu hari, Imam Syafii bertamu ke kediaman Imam Ahmad. Kala itu, Imam Ahmad mempunyai seorang putri yang sangat mengagumi Imam Syafii karena Imam Ahmad sering menceritakan kealiman dan kezuhudan gurunya tersebut.

Putri Imam Ahmad pun penasaran seperti apa tokoh yang dimuliakan ayahnya itu. Kedatangan Imam Syafii ke rumahnya menjadi momen menggembirakan baginya, karena dengan kunjungan itu ia bisa melihat lebih dekat sosok ulama yang dikagumi ayahnya.

Ketika sampai di rumah Imam Ahmad, Imam Syafii dijamu dengan makan malam. Imam Syafii makan dengan lahap, tidak seperti biasanya, porsi makan beliau bertambah. Hal ini membuat putri Imam Ahmad terkejut, karena cerita yang ia dapat, Imam Syafii bukan orang yang suka makan kecuali sekadarnya saja.

Usai jamuan makan malam, Imam Ahmad pergi ke kamarnya untuk menghidupkan malam dengan salat dan berzikir seperti biasa. Sementara anak perempuannya memilih untuk tidak tidur agar bisa melihat aktivitas Imam Syafii pada malam itu.

Malam itu Imam Syafii berbaring di kamar yang disediakan hingga waktu Subuh tiba. Putri Imam Ahmad dibuat heran, bagaimana bisa ayahnya mengidolakan orang yang tidur sepanjang malam, sedangkan beliau sendiri menghabiskan malamnya dengan qiyamullail. Apa yang sebenarnya terjadi? Ia pun bertanya-tanya.

Setelah terbit fajar, akhirnya sang putri bertanya kepada ayahandanya, Imam Ahmad. "Ayah, apakah ini sosok yang engkau idolakan? Saat makan malam, ia makan dengan porsi banyak, setelah itu pergi ke kamar tidur tidak mengisi malam dengan salat dan zikir, lalu begitu bangun langsung melaksanakan salat tanpa berwudhu".

Tiba-tiba percakapan di antara mereka terhenti ketika Imam Syafii datang menghampiri mereka. Imam Ahmad pun menyampaikan apa yang ditanyakan putrinya itu. Kemudian Imam Syafii menjelaskan:

"Mengenai porsi makanku yang bertambah pada jamuan semalam, itu karena aku tahu makananmu pasti makanan halal, dan engkau adalah orang yang dermawan dan mulia."

"Makanan orang dermawan bisa menjadi obat, dan makanan orang kikir akan melahirkan penyakit".

Maka aku memakannya untuk mengobati sakitku, bukan mengenyangkan perutku. Lalu saat aku terbaring, di hadapanku seolah ada puluhan permasalahan fikih, maka aku berusaha memecahkannya sepanjang malam. Itulah yang membuatku tak sempat melaksanakan salat sunnah. Dan aku tidak berwudhu saat salat subuh, itu karena semalam suntuk aku tenggelam memecahkan persoalan fikih tadi dan tidak tidur sama sekali, maka wudhuku sewaktu salat Isya belum batal".

Imam Ahmad pun berkata kepada putrinya, "Lihatlah, apa yang beliau lakukan saat berbaring di tempat tidur pun lebih mulia dari apa yang aku lakukan dalam keadaan terjaga (salat dan zikir sepanjang malam)." Sebagaimana diketahui, bahwa belajar ilmu agama lebih utama daripada melaksanakan salat sunnah.

Demikianlah kisah dua imam besar yang membuat putri Imam Ahmad takjub. Kisah ini mengajarkan kita tentang indahnya akhlak dua ulama besar kebanggaan umat Islam.

Habib Quraisy Baharun mengatakan, kealiman Imam Ahmad tidak lantas membuat beliau merasa pandai sehingga tidak menghormati gurunya. Begitu pula Imam Syafii, kealiman dan statusnya sebagai guru tidak membuat beliau malu dan gengsi mengakui kemuliaan derajat Imam Ahmad sebagai muridnya kala itu. Semoga kelak Allah mengumpulkan kita bersama orang-orang saleh.

Wallahu Alam Bisshowab
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1998 seconds (0.1#10.140)