Magang di UNS, 3 Mahasiswa Belanda Belajar Kehidupan Kampung Kota

Jum'at, 20 Desember 2019 - 18:30 WIB
Magang di UNS, 3 Mahasiswa Belanda Belajar Kehidupan Kampung Kota
Tiga mahasiswa dari Rotterdam University Applied Science Department Water Management yang mengikuti magang internasional di UNS Solo. FOTO: dokumen Humas UNS
A A A
SOLO - Tiga mahasiswa dari Rotterdam University Applied Science Department Water Management mengikuti magang internasional di program studi (Prodi) Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Ketiga mahasiswa dari Universitas di Belanda tersebut adalah Mees Sofia Lienders, Linde van Eden dan Mila Diemel.

Sejak lima bulan di Kota Solo mulai Agustus–Desember, ketiganya ditandemkan dengan tiga mahasiswa dari prodi Arsitektur UNS. Yakni Shafira Zahro Rosyadi, Nathasya Lintang Ayasha Kirti, Adiel Edo Atmanto. Mereka belajar mengenai kehidupan kampung kota, manejemen sampah dan air. Project lapangan dilakukan di Kampung/Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo.

Mila Diemel dan Shafira Zahro Rosyadi melihat sampah plastik di Kelurahan Mojo menjadi potensi untuk dikelola lebih lanjut. Setelah mengadakan Focus Group Discussion pertama, maka didapat hasil diskusi yang menunjukkan pengelolaan sampah plastik di permukiman dinilai belum maksimal, tepatnya di RW 1 Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon.

Melalui pengamatan terhadap kebiasaan pembuangan sampah, maka Mila dan Shafira merekomendasikan pembuatan Ecobrick menjadi solusi pengolahan sampah plastik lebih lanjut dari limbah rumah tangga. Ecobrick adalah botol plastik yang diisi dengan limbah padat non-biologis, dipenuhi hingga padat untuk siap menjadi layaknya bata bangunan pada konstruksi bangunan ringan.

Produk material ecobrick dapat diproduksi mengingat sampah plastik dari hasil konsumsi rumah tangga dapat ditemukan dan diproduksi masal dalam keseharian. “Sejak diadakannya workshop pertama hingga terakhir, telah dihasilkan ecobrick sekitar 150 buah,” terang Mila Diemel, dalam rilis UNS Solo yang diterima, Jumat (20/12/2019).

Hasil dari material ecobrick dimanfaatkan untuk dibuat menjadi furniture, berupa tempat duduk yang bisa dipergunakan bersama. Sementara itu, Linde van Eden didampingi Nathasya Lintang Ayasha Kirti mendapati bahwa pengelolaan sampah plastik di permukiman kota belum maksimal. Berdasarkan pengamatan dan wawancara mendalam bersama penduduk Kampung Mojo, mendapati penduduk setempat menghadapi permasalahan manajemen limbah plastik.

Berdasar dari fenomena di lapangan, maka Verticle Urban Agriculture (VUA) menjadi rekomendasi project sosial mereka. Pada hasil proses wawancara dan observasi yang dilakukan, masyarakat mengeluh apabila pada masa kemarau sering kesulitan menanam karena cepat keringnya tanah. Sehingga tanaman menjadi mati. Hal ini memunculkan rekomendasi sistem bertanam di Kampung kota dengan sistem managing drinking process dari desain VUA.

Dalam rekomendasi sistem desain VUA, memungkinkan tanaman dapat mengatur proses evaporasinya sendiri. Sehingga menghindari cepat keringnya tanah. Desain ini juga memanfaatkan kembali botol plastik yang sudah tidak digunakan sebagai media tanam. Hal ini dimaksudkan untuk bisa membuat nilai lebih terhadap limbah plastik. Sehingga mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai.

Setelah workshop diberikan, dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. “Tujuannya untuk melihat kinerja VUA serta memberikan tips dalam menanam tanaman dalam media VUA,” ungkap Linde van Eden.

Warga banyak menggantung VUA pada lokasi-lokasi yang mudah terlihat dan terjangkau. Seperti dinding rumah, emperan serta jemuran. Sedangkan Mees Sofia Lienders dan Adiel Edo Atmanto menyoroti masalah penyediaan air bersih di permukiman kampung kota menjadi menarik untuk dibahas. Sebab di RW 3 Kampung Mojo, hanya memiliki sumber air, dari sumur dan PDAM. Namun sumber air keduanya dinilai tidak memiliki kualitas air yang cukup baik.

Dari proses wawancara, kuisioner serta focus group bersama warga, maka didapatkan persoalan mengenai harga air PDAM yang dinilai masih memberatkan, kurang baiknya kualitas air, dan masih perlunya membeli air siap konsumsi menjadi permasalahannya. Oleh karenanya, dibutuhkan sumber air alternatif dan penyaring air. Program rain harvesting dan filterisasi air menjadi rekomendasi program di kampung ini.

Mengadvokasi masyarakat juga untuk turut lebih memanfaatkan sumber air hujan untuk kegiatan keseharian, kecuali tidak untuk diminum. Program yang dilakukan dengan cara menampung air hujan dari talang yang ada di atap. Cara pemasangannya adalah menggunakan saluran yang terbuat dari botol 1,5 liter yang disambung serta dipasangkan pada talang dan disambungkan pada tandon air.

Lalu untuk sistem kerjanya, pada saat hujan air masuk melalui talang dan saluran botol yang masuk ke dalam tandon. Setelah itu menunggu sampai tandon terisi penuh. Yang menarik dari proses pemasangan penampungan air, warga melakukan pemasangan alat dengan kreativitasnya masing-masing. Yakni memanfaatkan botol bekas yang berfungsi sebagai peralon yang disambungkan dari talang menuju bak tandon air. Setidaknya dilakukan workshop sebanyak empat kali yang sekaligus kegiatan pengenalan penyaring air.

Sementara itu, program magang internasional di prodi Arsitektur tahun 2019 merupakan yang keempat kalinya. Para mahasiswa di bawah bimbingan dosen Dr Eng Kusumaningdyah NH, dan Pratiwi Anjar ST MT dari Prodi Arsitektur FT dan Laboratorium Urban Rural Design and Conservation (URDC). Serta Lina Indawati ST MT dari Prodi Sipil.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7504 seconds (0.1#10.140)