Sudah 1,5 Tahun, Kemenhub Belum Juga Evaluasi Tarif Penyeberangan

Sabtu, 14 Desember 2019 - 09:46 WIB
Sudah 1,5 Tahun, Kemenhub Belum Juga Evaluasi Tarif Penyeberangan
Kemenhub dinilai sangat lamban merespons kesulitan pelaku usaha angkutan penyeberangan akibat evaluasi dan penetapan tarif moda transportasi itu berlarut-larut hingga 1,5 tahun. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
SEMARANG - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dinilai sangat lamban merespons kesulitan pelaku usaha angkutan penyeberangan akibat evaluasi dan penetapan tarif moda transportasi itu berlarut-larut hingga 1,5 tahun.

Praktisi dan pemerhati sektor transportasi logistik, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, evaluasi tarif angkutan penyeberangan komersial antarprovinsi yang sangat lamban itu tidak sesuai dengan kebijakan Presiden Joko Widodo agar aparat pemerintah melayani perizinan dengan cepat.

"Usulan evaluasi tarif sama seperti perizinan karena menyangkut pelayanan publik. Presiden Jokowi sudah memberikan batas perizinan maksimal 3 jam, kenyataannya bertele-tele hingga 1,5 tahun ditambah birokrasinya panjang karena sekarang melibatkan tiga instansi, yakni Kemenhub, Kemenko Maritim dan Investasi, serta Kementerian Hukum dan HAM," kata Bambang Haryo dalam siaran pers, Sabtu (14/12/2019).

Menurutnya, Kemenhub melanggar aturannya sendiri yakni Keputusan Menhub No KM 58 Tahun 2003 tentang Mekanisme Penetapan Dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan, yang menyatakan evaluasi tarif harus dilakukan setiap 6 bulan sekali. "Evaluasi tarif sudah 1,5 tahun tapi belum juga ditetapkan, sementara tarif belum naik dalam 3 tahun terakhir," katanya.

Di era Orde Baru, kata Bambang Haryo, birokrasi evaluasi tarif dipangkas dengan menghilangkan mekanisme melalui DPR RI sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 21/1992 tentang Pelayaran. Ketentuan ini diperkuat dengan PP No. 82/1999 tentang Angkutan di Perairan, yang menyebutkan penetapan tarif cukup melalui Menhub.

"Jadi birokrasi tarif yang panjang dan bertele-tele saat ini merupakan suatu kemunduran, tidak sesuai dengan jargon presiden memangkas hambatan usaha dan birokrasi," ujar Bambang.

Lebih mengherankan lagi, lanjut dia, Kemenhub bukan hanya menunda penetapan tarif, melainkan juga mencicil kenaikan tarif angkutan penyeberangan selama 3 tahun ke depan. Padahal, perhitungan tarif sudah sangat transparan karena pendapatan dari penjualan tiket langsung diketahui oleh pemerintah melalui PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Pemerintah mengetahui bahwa pendapatan itu sulit untuk menutupi keselamatan dan kenyamanan pelayaran.

"Sebagai sarana (alat angkut) sekaligus prasarana publik yang supermassal, angkutan penyeberangan sangat vital karena tidak tergantikan oleh moda lain. Oleh karena itulah harus dilindungi oleh negara agar kondisi usaha kondusif demi menjamin keberlangsungan angkutan antarpulau serta keselamatannya," ujar anggota Komisi V DPR DRI periode 2014-2019 ini.

Dewan Pembina Gapasdap mengingatkan kepada pemerintah, bahwa kondisi angkutan penyeberangan saat ini sangat memprihatinkan. Banyak perusahaan yang kesulitan keuangan, kesulitan membayar gaji tepat waktu dan mencicil tagihan.

"Beberapa perusahaan terpaksa dijual ke investor baru karena tidak sanggup lagi menanggung beban. Ini akibat pemerintah kurangnya perhatian pemerintah, yang selalu menunda-nunda kenaikan tarif," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya tarif penyeberangan tidak perlu diatur pemerintah. Sebab pemerintah tidak sanggup memberikan subsidi PSO (public service obligation) seperti yang diberikan untuk kereta api kelas ekonomi dan komuter.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9476 seconds (0.1#10.140)