Mengenal Putri Solo, Si Cantik Pembela Kaum Difabel

Kamis, 12 Desember 2019 - 11:50 WIB
Mengenal Putri Solo, Si Cantik Pembela Kaum Difabel
RR Mayyasari Gondhodiwiryo. FOTO : iNews.TV/Taufik Budi
A A A
SOLO - Cantik, cerdas, ramah. Itu adalah tiga kata yang mewakili sosok perempuan bernama RR Mayyasari Gondhodiwiryo. Perempuan berdarah biru yang memiliki garis keturunan dari Pura Mangkunegaran Surakarta.

Sekira 15 menit pertama memulai sesi wawancara, Mayya –sapaan akrabnya- seolah tak ada jeda kosong membeber kata-kata. Setelah bercerita sedikit tentang asal muasalnya, terus berlanjut pada keinginan untuk mengangkat derajat warga miskin terutama penyandang difabel dan kaum marjinal.

Tal heran di tengah padatnya aktivitas, Mayya selalu menyempatkan untuk mendatangi berbagai panti asuhan di Jawa Tengah. Bukan hanya berbagi materi, tetapi sering pula menjadi guru dadakan yang memberikan motivasi kepada anak-anak spesial di panti.

“Saya concern penuh di hidrosefalus anak, di Panti Wisma Kasih Bunda Kota Semarang. Setiap bulan saya ke sana. Ada pula Panti Diakonia di Ambarawa Kabupaten Semarang,” katanya pelan, Kamis (12/12/2019).

“Saya ke sana memberi kebutuhan sehari-hari sambil menjadi guru dadakan. Bukan menjadi guru sih, tapi sedikit menyampaikan nasihat, menyemangati anak-anak bahwa mereka ini tak kalah dengan anak-anak lain di luar sana (luar panti),” lugasnya.

Dia menaruh harapan besar pada anak-anak yang tinggal di panti agar mendapatkan hak yang layak terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik. Mereka juga perlu ditanamkan sejak dini tentang pemahaman kebhinekaan yang menjadi modal besar Bangsa Indonesia.

“Tuhan selalu punya mukjizat. Jangan takut jika anak istimewa, anak berkebutuhan khusus itu tidak punya masa depan, itu salah. Selama kalian mau belajar, mau berdoa, kami akan mengupayakan (bantuan) baik pribadi saya sendiri atau dari pemerintah,” tuturnya seraya menyibakkan rambut yang menutup mata.

“Saya berikan semangat kepada mereka mereka harus menghargai diri mereka sendiri. Mereka ini anak-anak yang luar biasa dan jauh lebih luar biasa daripada anak-anak lainnya yang masuk ke sekolah normal, punya orangtua, dan sebagainya,” katanya mantap.

Perempuan yang tengah menempuh program pendidikan doktoral di Universitas Diponegoro (Undip) ini menyampaikan, selalu menekankan anak-anak untuk menghargai perbedaan. Panti asuhan yang menjadi tempat tinggal mereka bisa menjadi potret kecil keragaman di Tanah Air.

“Meski pemilik panti itu Nasrani, tapi mereka jga welcome terhadap yang beragama Islam, Hindu, Budha. Selain ada gereja kecil dip anti, ada pula musala di lantai atas. Jadi yang anak-anak yang beragama Islam tetap bisa salat dan mengaji,” beber dia.

Mayya mengaku harus pintar-pintar menjalin komunikasi dengan anak-anak di panti agar pesan yang disampaikan mudah diterima. Apalagi, penghuni panti terdiri beragam usia dan karakter, termasuk penyandang difabel.

“Mereka ini dengan keadaan yang berbeda-beda, yaitu keadaan psikologis, berkebutuhan khusus, tidak memiliki organ tubuh yang lengkap, ada yang sedikit terbelakang mental. Itu kita terapi satu-persatu. Walaupun komunikasinya susah tapi kalau kita menggunakan body language, bahasa hati dan tubuh, mereka akan cepat mengerti,” tandas perempuan yang pernah mengecap pendidikan model itu.

“Kita tanamkan Ketuhanan yang Maha Esa, dan saya kenal kan juga Pancasila. Kita harus toleransi, harus rendah hati, saling menghargai teman-teman, menyayangi teman-teman dan saling menolong. Itulah Pancasila. Bukan hanya hafal bunyinya, tapi mengerti makna dan diwujudkan dalam perbuatan,” lengkap dia.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2333 seconds (0.1#10.140)