Lumbung Beras Wakaf Targetkan 1.000 Desa Binaan untuk Lawan Rentenir

Kamis, 05 Desember 2019 - 11:15 WIB
Lumbung Beras Wakaf Targetkan 1.000 Desa Binaan untuk Lawan Rentenir
Warga Desa Jipang, Cepu, Blora mendapatkan beras 5 kg secara gratis seusai peluncuran Lumbung Beras Wakaf, Rabu (4/12/2019). FOTO/SINDOnews/AHMAD ANTONI
A A A
BLORA - Aksi Cepat Tanggap (ACT) bersama Lumbung Beras Wakaf (LBW) menargetkan 1.000 desa akan mendapatkan pembinaan untuk penyediaan beras kemanusiaan hingga lima tahun ke depan.

Ketua Dewan Pembina ACT, Ahyudin mengungkapkan, saat ini masih banyak petani yang hidup ketergantungan pada rentenir. Untuk itu mata rantai rentenir harus diputuskan dengan konsep LBW. "Saat ini petani ketika menanam berutang pada rentenir. Kalau panen harga jual anjlok dimainkan tengkulak, akhirnya petani tetap saja miskin," katanya usai peresmian Lumbung Beras Wakaf di Blora, Rabu (4/12/2019).

Untuk itu, konsep wakaf yang dilakukan diyakini mampu menaikkan kesejahteraan petani. Selain itu, hasilnya juga diberikan kepada masyarakat miskin, santri yang masih kekurangan pangan dan untuk aksi kemanusiaan seperti Palestina dan juga Rohingnya.

"Kita beli gabah dengan harga normal tidak kita tawar. Harga antara Rp5.500 hingga Rp6.000 meski musim panen dan hujan, karena kita ada alat pengering gabah dengan kapasitas 40 ton per hari," katanya.

Dari catatan Ahyudin, selama ini harga gabah petani musim panen jatuh di bawah Rp4.000. Rata-rata satu hektare menghasilkan 4-5 ton. "Konsep wakaf ini adalah mengumpulkan dana umat untuk membeli gabah petani dengan harga tinggi dan diberikan gratis untuk warga yang membutuhkan dalam bentuk beras kualitas bagus. Setelah Blora kita juga akan lanjutkan di Kulonprogo, Yogyakarta dan juga di Jawa Barat," katanya.

Direktur Program ACT Wahyu Novyan menambahkan, Lumbung Pangan Wakaf (LPW) berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dengan melakukan beberapa tahapan. Pertama, penyediaan lahan pertanian yakni dengan menjaga lahan agar tidak dialihfungsikan dengan jaminan status wakaf lahan. Kedua, membeli hasil panen di atas harga pasar sehingga lebih menguntungkan petani. Ketiga, mendampingi petani, seperti budidaya pertanian berupa standardisasi benih, pengolahan lahan, penanaman dan perawatan serta pengolahan pascapanen.

"Keempat, pendirian Lembaga Keswadayaan Wakaf Desa (LKWD). Selain itu, kami juga menyediakan pabrik pengolahan padi berupa huller and drying," katanya.

Menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang menunjukkan bahwa dalam enam tahun terakhir (2013-2018) luas baku sawah secara nasional menyusut cukup signifikan, sekitar 8,32% atau setara 645.000 hektare. Sedangkan luas area cetak sawah baru pada 2014-2018 hanya sekitar 215.000 hektare. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut luas lahan pada 2018 tinggal 7,1 juta hektare. Luasan ini turun dibanding 2017 yang masih 7,75 juta hektare.

Kondisi ini dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Sebab, Indonesia kini berada di urutan 73 di dunia dengan tingkat kelaparan kategori serius.

"Demi menjaga ketersediaan pangan dan mencegah alih fungsi lahan, Global Wakaf-ACT telah mempelopori berdirinya LPW sebagai induk program dari LBW. Prinsip LPW menggunakan wakaf sebagai penggerak dengan menjaga hasil panen dan kesinambungan lahan yang tidak boleh dialihfungsikan untuk kebutuhan lainnya," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9756 seconds (0.1#10.140)