Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia Masih Tinggi

Minggu, 01 Desember 2019 - 18:36 WIB
Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia Masih Tinggi
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementrian PPA Vennetia R Danes mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap perempuan harus disikapi serius. FOTO: SNDOnews/Suharjono
A A A
GUNUNGKIDUL - Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia tergolong tinggi. Dari hasil survei satu di antara tiga perempuan di Indonesia mengalami tindak kekerasan.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PPA) Vennetia R Danes mengungkapkan, Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia harus disikapi serius.

Dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHN) di tahun 2016 menunjukkan perempuan usia 16 sampai dengan 64 tahun pernah mengalami kekeran fisik dan seksual yang dilakukan oleh pasangan atau bukan pasangannya. Angka ini merupakan angka yang tergolong tinggi.

"Kami dari Kementrian PPA terus berusaha untuk melakukan gerakan stok kekerasan terhadap perempuan dan anak," terangnya kepada wartawan, di Wonosari, Sabtu (30/11/2019) sore.

Dijelaskannya, berdasarkan data dari Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA), jumlah korban perempuan yang mengalami kekerasan pada tahun 2019 di lndonesia adalah 5.243 korban dari total korban kekerasan sebanyak 5.691 korban.

Angka ini, kata dia, menunjukkan hal sangat kontras dengan jumlah korban kekerasan yang dialami Iaki-laki yang hanya berjumlah 448 korban.

Data dari Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) pada tahun 2019 juga menunjukkan bahwa kasus perempuan yang mengalami kekerasan fisik berjumlah 2.148 kasus, kekerasan psikis berjumlah 1.532 kasus, kekerasan seksual berjumlah 642 kasus, penelantaran berjumlah 921 kasus, trafficking berjumlah 48 kasus. Eksploitasi berjumlah 6 kasus, tidak teridentifikasi jenis kekerasannya sejumlah 129 kasus, dan yang mengalami kekerasan lainnya berjumlah 470 kasus.

"Upaya menggandeng semua pihak harus terus dilakukan untuk gerakan stop kekerasan ini, sekarang ada 11 Kementrian yang siap bersama kami untuk gerakan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak ini," tandasnya.

Dilanjutkannya, beberapa kasus kekerasan juga terjadi di tempat yang berbeda. Di antaranya dalam rumah tangga, tempat kerja, sekolah, lembaga pendidikan kilat serta fasilitas umum.

"Dari tempat tempat tersebut kejadian di rumah tangga menempati peringkat pertama," beber Vennetia.

Untuk itu, pihaknya mencanangkan gerakan 3 end. Yakni hentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak, hentikan perdagangan perempuan dan anak, serta hentikan kesenjangan ekonomi perempuan.

Sementara Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Gunungkidul Sudjoko mengungkapkan, upaya untuk mengantisipasi kasus kekerasn terhadap perempuan dan anak terus dilakukan. Namun demikian perlu dilakukan penyadaran bagi korban agar mau melaporkan.

"Kita terus sosialisasi mengenai hal ini. Beberapa aksi juga terus dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak," ulasnya.

Dia kemudian menyebut beberapa program. Di antaranya adalah membentuk forum korban kekerasan oermouan dsn anak, pelayanan korban kekerasan perempuan dan anak melalaui pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak serta membentuk gugus tugas antisipasi perdagangan orang.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0972 seconds (0.1#10.140)