Pengamat Respons Negatif Rencana Ahok Masuk BUMN

Kamis, 21 November 2019 - 23:39 WIB
Pengamat Respons Negatif Rencana Ahok Masuk BUMN
Diskusi bertajuk Tolak Ahok Pimpin BUMN Milik Rakyat yang digelar di Jakarta, Kamis (21/11/2019). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Rencana penempatan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di BUMN energi mendapat respons negatif dari sejumlah pengamat.

Direktur Eksekutif Indonesia Resource Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, penolakan dari berbagai kalangan ini semestinya jadi bahan masukan bagi Menteri BUMN Erick Tohir. Marwan menyebut munculnya penolakan itu tak lepas dari rekam jejak Ahok sebelumnya.

Dalam diskusi bertajuk "Tolak Ahok Pimpin BUMN Milik Rakyat" yang digelar di Jakarta, Kamis (21/11/2019), Marwan menilai seharusnya terlebih dulu ada kepastian hukum terkait kasus-kasus yang dikaitkan dengan Ahok. "Faktanya ada berbagai kasus dugaan korupsi, seperti RS Sumber Waras, rekalamasi Teluk Jakarta, tanah BMW, dana CSR dan lain-lain," ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Di bagian lain, Marwan menyebutkan bahwa dalam pasal 16 UU BUMN No 19/2003 mensyaratkan pengangkatan direksi BUMN antara lain berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku baik, serta dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan korporasi. Pengangkatan anggota direksi juga harus dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.

Namun, sambung dia, dalam rencana penempatan Ahok sebagai petinggi di BUMN, ketentuan dalam pasal ini seolah diabaikan pemerintah. "Dalam hal keahlian, Ahok tidak punya latar belakang kemampuan bidang migas, listrik dan energi, yang sangat dibutuhkan untuk mengelola BUMN sekelas Pertamina atau PLN," tandasnya.

Hal senada dikatakan Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute (KJI) Ahmad Redi. Menurut dia, meski dalam konteks konstitusi Ahok memiliki hak untuk menjadi direktur utama atau komisaris di BUMN, status keanggotaan Ahok dalam partai yang menurutnya bukan anggota biasa seharusnya masuk dalam kriteria bahwa pengurus partai dilarang memimpin BUMN seperti yang tertera dalam UU tersebut.

"Faktanya memang Ahok adalah bukan pengurus tapi dalam penjelasan secara filosofis di dalam UU itu muncul karena kalau pegurus partai jadi petinggi BUMN akan ada potensi konflik kepentingan. Masalahnya Ahok ini bukan anggota politik biasa, tapi anggota partai yang punya afiliasi kuat dalam politik," ujar Ahmad Redi.

Dia pun menyoroti bahwa dari sisi kompetensi Ahok sama sekali tidak punya pengalaman faktual sebagai ahli di sektor energi. Jika penempatan Ahok sebagai petinggi BUMN hanya faktor coba-coba, imbuh Ahmad Redi, hal itu berpotensi akan membahayakan BUMN penting seperti Pertamina atau PLN. "Jadi dirut itu mestinya enggak boleh coba-coba, enggak bisa dari orang biasa sebab Pertamina atau PLN itu BUMN besar," tuturnya.

Terkait adanya penolakan dari sejumlah kalangan tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu belum lama ini akhirnya buka suara. Ahok menanggapi santai atas penolakan tersebut. "Hidup ini tidak ada yang setuju 100%," ungkapnya.

Meski demikian, Ahok menyatakan siap menjadi pimpinan di Pertamina jika memang ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir. "Kalau memang ditunjuk dan diminta tugas, ya kita mesti siap," tegasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.3649 seconds (0.1#10.140)