Ratusan Buruh Sukoharjo Demo Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Rabu, 13 November 2019 - 15:52 WIB
Ratusan Buruh Sukoharjo Demo Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Ratusan buruh berunjuk rasa di depan kantor DPRD Sukoharjo, Rabu (13/11/2019). Foto/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
A A A
SUKOHARJO - Sekitar 400 buruh yang tergabung dalam Forum Peduli Buruh (FBR) Kabupaten Sukoharjo menggelar demonstrasi di depan kantor DPRD setempat, Rabu (13/11/2019). Mereka memprotes kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan lebih dari 100% karena akan berdampak luas terhadap kemampuan ekonomi masyarakat.

Aksi buruh dimulai dari sejumlah titik kumpul yang telah ditentukan, seperti Kartasura dan Grogol. Para buruh lalu konvoi dengan kendaraan bermotor dan membawa berbagai antribut organisasinya. Tiba di depan Pasar Ir Soekarno, massa berjalan kaki menuju kantor DPRD di Jalan Veteran.

Massa menggelar orasi dan membentangkan spanduk. Sepanjang aksi juga dikawal ketat oleh pihak kepolisian. Sebab, pada saat bersamaan, di Kantor DPRD digelar sidang paripurna tentang APBD 2020.

Koordinator aksi, Sukarno menyampaikan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan jelas memberatkan masyarakat, termasuk bagi buruh yang masih disubsidi oleh perusahaan. Kenaikan dinilai di atas ambang batas kemampuan umum masyarakat.

"Sementara tidak ada jaminan bahwa pelayanan akan lebih baik. Kenaikan iuran justru akan menambah jumlah penunggak karena ketidakmampuan dalam membayar," kata Sukarno. Program yang semestinya untuk pelayanan kesehatan secara merata, bukannya meringankan tapi justru membebani. Negara semestinya hadir untuk melayani rakyat.

Selain rencana kenaikan BPJS Kesehatan, penolakan revisi Undang Undang Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003 tentang Penghapusan Sesangon belum mendapatkan jawaban. Aturan ini menempatkan nilai tawar pekerja rendah dan berpotensi menyuburkan sistem kontrak kerja yang merugikan buruh. Status pekerja tidak jelas dan sangat mungkin menjadi sasaran kesewenangan perusahaan.

"Kami sudah menyampaikan pernyataan penolakan pada pemerintah daerah hingga pusat," katanya.

Agenda lain yang juga dinilai penting adalah kebijakan menarik investasi ke Jawa Tengah dengan gagasan upah murah. Kebijakan ini jelas merugikan buruh yang disebut sebagai aset maupun mitra pengusaha. Sebab, pada kenyataannya buruh berada pada strata rendah dan tidak memiliki nilai tawar.

"Buktinya menetapkan upah minimum kota/kabupaten (UMK) sebagai patokan umum tanpa mempertimbangkan keahlian atau masa kerja," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7441 seconds (0.1#10.140)