Di Mata Budayawan Semarang: Djaduk Energi Berharga untuk Indonesia

Rabu, 13 November 2019 - 09:29 WIB
Di Mata Budayawan Semarang: Djaduk Energi Berharga untuk Indonesia
Djaduk Ferianto bersama budayawan Semarang, Prie GS dan seniman lainnya usai syuting program acara Sentilan Sentilun. FOTO/FACEBOOK/PRIE GS
A A A
SEMARANG - Meninggalnya musikus Djaduk Ferianto membawa kabar duka bagi dunia seni Indonesia, termasuk budayawan Kota Semarang. Salah satunya adalah Prie GS.

Rasa duka dan kisah pertemanan dengan Djaduk semasa hidupnya, ia ungkapkan lewat sebuah tulisan yang di-share melalui akun Facebook miliknya.

Djaduk

"Aku nganggo kaos dengan gambar Prie GS," kata Djaduk saat sesi foto ini berlangsung. Foto yang diambil seusai kami syuting acara Sentilan Sentilun sekian tahun lalu di televisi swasta nasional. Suara Djaduk persis di atas kepala dengan jenggot terasa menyapu ubun-ubun. Itulah caranya berhumor. Bersama sang kakak, Butet Kartaredjasa, Djaduk adalah paket lengkap dunia kesenian Indonesia, apa yang Anda inginkan ada pada mereka. Kekayaan itu kini tinggal setengah. Penjagaan kita kepadanya harus ekstra. Tak mudah sebuah masyarakat bahkan negara, melahirkan seniman hingga sekelas ini. Kampusnya tak ada. Keduanya jauh melampau batasi ide sertifikasi yang sering dirindukan para pemikir resmi. Suasana resmi sulit membentuk mereka. Daya bentuk itu adalah Universitas tak resmi bernama Padepokan Seni Bagong Kussudiardja dengan segenap keunikannya itu.

Saya mengenal keduanya dan relatif dekat. Bukan karena mereka dekat dengan saya melainkan karena saya mudah dekat dengan siapa saja terutama pihak yang saya kagumi. Kepergian Djaduk seperti sindiran bahwa saat saya singgah ke Bu Ageng, rumah makan Sang Kakak, mestinya saya juga singgah ke rumahnya, tak peduli apakah dia ada atau tidak. Tetapi saya alpa. Bukan kunjungan saya itu penting, melainkan karena saya mengerti rasanya pihak yang dikunjungi. Rasa itulah yang saya rasakan setiap seorang teman datang. Rasa sebagai teman, berteman, dianggap teman bahkan sekadar rasa dikenal oleh seorang teman adalah sesuatu yang penting diselenggarakan. Kepada Djaduk saya selalu menanyakan kesehatannya. Begitu juga dengan Butet. Tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat sehat secara nyali. Sehingga pertanyaan saya itu nyaris menjadi doa dan selebihnya basa-basi. Sakit dan bahkan maut adalah bahan guyon mereka. Saat kami bertemu di Peresmian Taman Indonesia Kaya dalan pentas ketoprak Edan garapan Agus Noor saya ajak para aktor dan sutradara ini makan malam dengan menu yang pasti mereka suka tetapi saya tak ingin mereka terlalu lahap: sop kaki. Harapan saya gagal. Orang-orang ini adalah pribadi yang gembira. Energi yang saya kagumi dan itulah energi yang berharga untuk Indonesia. Sugeng tindak Kangmas".
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0100 seconds (0.1#10.140)