UII Ajukan Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi

Senin, 11 November 2019 - 15:01 WIB
UII Ajukan Judicial Review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi
Rektor UII Fathul Wahid (tiga dari kanan) memberikan keterangan tentang UII mengajukan judicial review UU KPK kepada MK di ruang sidang FH UII Yogyajarta, Senin (11/11/2019). Foto/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengajukan judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 19/2019 tentang perubahan UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke MahkamahKonstitusi (MK). Judicial review telah diajukan pada 7 November 2019 lalu.

UII diwakili lima sivitas, yakni Fathul Wahid (Rektor UII), Abdul Jamil (Dekan Fakultas Hukum UH), Eko Riyadi (Direktur Pusat Hak Asasi Manusia/PusHAM), Ari Wabowo (Direktur Pusat Studi KejahatanEkonomi FH UH), dan Mahrus Ali (Dosen FH UII). Penyerahan berkas permohonan ke MK diwakili oleh kuasa hukum, Anang Zubaidy.

Fathul Wahid mengatakan ada beberapa alasan mengapa UII mengajukan judicial review UU KPK ke MK. Pertama, karena UII yang lahir dari rahim yang sama dengan Republik Indonesia sudah seharusnyaselalu mencintai negeri ini. UII tidak rela jika praktik korupsi, yang merupakan kejahatan luar biasa, semakin marak di Indonesia.

Kedua, UII melihat ada masalah serius dalam UU KPK terbaru, baik pada aspek formil maupun materiil. Masalah tersebut berpotensi besar melemahkan KPK. "Detail kami sampaikan dalam naskah permohonan judicial review UII ke Mahkamah Konstitusi," kata Fathul di ruang sidang pascasarjana FH UII, Senin (11/11/2019).

Ketiga, kampus sudah seharusnya memperjuangkan apa yang diyakini sebagai kebenaran, tentu dengan cara yang konstitusional. Meski demikian, sebagai insan akademik, tetap terbuka untuk bertukarargumen. Permohonan ke MK akan membuka ruang diskusi itu secara terbuka dan bertanggung jawab.

Keempat, permohonan uji formil dan materiil atas UU KPK adalah wujud cinta warga UII kepada negara dan bangsa Indonesia, tidak ada kepentingan lain. UII hanya ingin praktik korupsi hilang dari Bumi Pertiwi, sehingga bangsa Indonesia menjadi lebih bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan. Tentu, MK mempunyai argumen dalam memutuskan setiap permohonan.

"Namun demikian, setelah MK memutuskan, apapun hasilnya, UII tetap menghormati putusan MK sebagai lembaga penjaga konstitusi. Meski demikian, kami tetap berharap permohonan ini dikabulkan," katanya.

UII akan tetap mengawal pelaksanaan UU KPK dengan cara-cara yang konstitusional, seperti dengan melakukan eksaminasi putusan MK dan konsisten mendukung semua upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami tetap berharap adanya revisi kembali UU KPK yang substansinya memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Anang Zubaidy mengatakan, permohonan pengajuan judicial review UU KPK ke MK bukan yang pertama. Sebelumnya sudah ada tiga pemohon yang mengajukannya. Hanya subtansinya berbeda. Tiga pemohoan awal, hanya soal subtansi pasal-pasal dan prosedur pembentukan revisi UU KPK. Sedangkan UII mengajukan dua-duanya, formil dn prosedur pembentuk revisi UU KPK.

"Sesuai dengan ketentuan, setelah permohonan pengajuan JR ke MK akan ada surat tanggapan, karena itu kami masih menunggu," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9469 seconds (0.1#10.140)