Misi Belanda di Balik Pembangunan Stasiun Kereta Api Tuntang

Senin, 11 November 2019 - 06:00 WIB
Misi Belanda di Balik Pembangunan Stasiun Kereta Api Tuntang
Bangunan Stasiun Kereta Api Tuntang, Kabupaten Semarang terlihat kokoh dan terawat dengan baik, Sabtu (9/11/2019). Foto/SINDOnews/Angga Rosa
A A A
STASIUN Kereta Api Tuntang yang dibangun pada 1871 hingga kini masih berdiri kokoh dan terawat dengan baik. Bahkan sampai saat ini stasiun yang mulai beroperasi pada 1873 silam ini kini masih melayani kereta wisata dengan rute Ambarawa-Tuntang.

Stasiun Kereta Api Tuntang yang berada di wilayah Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah ini, beroperasi bersamaan dengan dibukanya jalur kereta api Ambarawa (Kabupaten Semarang)-Kedungjati (Grobogan)-Semarang. Jalur tersebut dibuka untuk kepentingan militer pemerintah Kolonial Belanda dan melancarkan akses transportasi dan perdagangan daerah disepanjang jalur kereta api tersebut.

Di era pemerintah kolonial Belanda, kereta api rute perjalanan Ambarawa-Kedungjati-Semarang yang dioperasionalkan oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), juga sering mengangkut hasil perkebunan, pertanian, dan hewan ternak dari Kedungjati serta daerah sekitarnya untuk dibawa ke Ambarawa. Selain itu, juga menjadi moda transportasi darat yang paling populer.

Dilihat secara fisik bangunan, Stasiun Kereta Api Tuntang memang bertipe kecil. Namun saat itu, stasiun ini memiliki peranan penting di sektor perdagangan dan moda transportasi darat, khususnya menuju ke Salatiga. Sebab kala itu banyak orang Belanda yang tinggal di Salatiga dan di kota ini tidak dilalui jalur kereta api. Sehingga untuk menuju Semarang dan daerah lain, orang Belanda yang tinggal di Salatiga harus ke Tuntang terlebih dahulu kemudian melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta api.

Selain itu, Stasiun Kereta Api Tuntang dibangun juga untuk kepentingan militer. Pengiriman senjata dan tentara Belanda dari Ambarawa ke Semarang atau sebaliknya menggunakan transportasi kereta api.

Setelah Indonesia merdeka dan pemerintah Kolonial Belanda meninggalkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), operasional kereta api jurusan Ambarawa-Kedungjati-Semarang diambil alih oleh Pemerintah Indonesia. Selanjutnya Stasiun Kereta Api Tuntang difungsikan untuk kereta api reguler dengan rute perjalanan Ambarawa-Kedungjati-Semarang. Keramaian moda transportasi itu berlangsung hingga 1970-an. Operasional jalur kereta api Ambarawa-Kedungjati tahun itu ditutup lantaran kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya.

Pada 2002 jalur kereta api tersebut dibuka kembali untuk melayani perjalanan wisata hingga sekarang. Namun rutenya hanya Ambarawa-Tuntang. Perjalanan kereta wisata tersebut bisa dinikmati pada Sabtu, Minggu dan hari libur nasional dengan harga tiket Rp50.000 per orang. Di luar hari tersebut, wisatawan bisa melakukan perjalanan wisata kereta api itu dengan sistem carter.

Selain membuka jalur kereta api wisata Ambarawa-Tuntang, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga membuka jalur wisata Ambarawa-Bedono. Hanya, perjalanan wisata kerepa api rute Ambarawa-Bedono hanya bisa dinikmati dengan sistem carter dengan harga yang cukup fantastis, yakni sekitar Rp10 juta. Bahkan kalau menggunakan kereta lebih dari satu gerbong, maka dikenai biaya sewa Rp2,5 juta per gerbong. Jadi kalau menggunakan tiga kereta dengan kapasitas 120 orang, maka harga caternya Rp15 juta.

Tour guide kereta wisata Museum Kereta Api Ambarawa, Tika menuturkan, mahalnya biaya sewa ini, karena lokomotifnya bermesin uap dan berbahan bakar kayu. Sedangkan gerbong keretanya terbuat dari kayu. Sehingga biaya operasional dan perawatannya cukup tinggi. Maka dari itu, harga carter kereta uap terbilang mahal.

"Namun, selama perjalanan para wisatawan bisa menikmatai panorama alam pegunungan yang eksotis. Sepanjang perjalanan dari Ambarawa hingga Bedono, para wisatawan akan dimanjakan dengan pemadangan Gunung Telomoyo dan Gunung Kelir yang hijau dan asri," katanya.

Yang menarik, perjalanan kereta wisata dengan menggunakan lokomotif bermesin uap berumur ratusan tahun ini, hanya bisa dinikmati di Museum Kereta Api Ambawara. "Jadi mahalnya harga carter bisa tergantikan oleh pengalaman yang fantastis dan perjalanan kereta wisata yang indah," ucapnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8703 seconds (0.1#10.140)