Pertama di Semarang, Bela Diri Tradisional Pencak Dor

Minggu, 27 Januari 2019 - 09:18 WIB
Pertama di Semarang, Bela Diri Tradisional Pencak Dor
Pertama di Semarang, sebuah ajang pertarungan bela diri tradisional Pencak Dor. Ilustrasi/IST
A A A
SEMARANG - Pertama di Semarang, sebuah ajang pertarungan bela diri tradisional Pencak Dor akan digelar oleh organisasi Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa. Pencak Dor akan digelar di Lapangan Olahraga Mangkang, Kecamatan Tugu, Semarang, Minggu 27 Januari mulai pukul 13.00 WIB.

Ketua PSNU Pagar Nusa Kota Semarang Lukman Muhajir menerangkan, pagelaran itu diselenggarakan untuk memeriahkan Hari Lahir Pagar Nusa ke-33 tahun 2019. Dia mengaku mendapat masukan dari banyak anggotanya agar membuat acara keramaian yang bertujuan memasyarakatkan pencak silat.

“Kami banyak mendapat masukan agar menggelar acara yang meriah untuk mempopulerkan pencak silat. Olahraga bela diri asli Indonesia ini harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai kalah populer dengan bela diri impor,” tuturnya di kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Seamarang, Sabtu (26/1/2019).

Kalau pertandingan resmi IPSI, pesilat harus memakai alat pelindung tubuh (body protector) lengkap. Waktunya diatur ketat maksimal tiga menit kali tiga babak. Larangannya juga banyak. Dilarang memukul kepala, dilarang menendang kemaluan, dilarang menarik baju, dan sebagainya.

Sedangkan Pencak Dor merupakan ajang adu kemampuan pencak antarpesilat yang bersifat budaya. Para pesilat tanpa mengenakan body protector, dan tidak dibatasi waktu. Asal pesilat masih mampu melawan, pertarungan dilanjutkan.

Maka biasanya pentonton ramai sekali bersorak sorai melebihi suporter sepakbola. Riuh membahana. Wasit hanya memisah bila terjadi pergulatan lama, atau ada suasana emosional. Duel dihentikan apabila pesilat sudah menyerah, atau ada yang tampak kelelahan dan terluka.

Arena tarung hanya berupa panggung setinggi kepala orang dewasa berukuran 4x5 meter persegi dengan lantai kayu yang dilambari karpet, dibatasi dengan ring bambu. Untuk meminamilisasi potensi luka, panitia melambari lantai dengan matras standar IPSI.

“Prinsip Pencak Dor adalah risiko ditanggung sendiri. Tidak boleh emosi, dan tidak boleh ada dendam. Di atas panggung lawan, di bawah kawan. Panggung kami tambahi matras untuk mengurangi risiko akibat bantingan,” ujar Lukman.

Di Jawa Tengah, Pencak Dor ini belum populer. Duel "serbakeras" ini merupakan budaya persilatan Jawa Timuran. Di pondok-pondok pesantren atau padepokan silat di Jawa Timur, setiap tahun selalu diadakan Pencak Dor untuk meramaikan acara ulang tahun atau Hari Besar Islam.

Ketua Panitia Pencak Dor Kota Semarang Sulistya mengatakan, animo pesilat Semarang sangat besar. Banyak sekali yang mendaftar. Pihaknya terpaksa membatasi maksimal 100 peserta.

“Rupanya even yang pertama ada ini sudah viral di media sosial. Pendaftarannya membeludak sebelum kami selesai membuat panggung. Terpaksa kami batasi 100 orang dan khusus untuk anggota Pagar Nusa,” kata dia.

Sulis berharap kegaiatan ini bisa diselenggarakan tiap tahun, dan pada even berikutnya bisa menerima peserta lebih banyak serta terbuka untuk pesilat dari perguruan manapun. Dia tambahkan, sebelum Pencak Dor, pagi hari diadakan wisuda atau pelantikan anggota baru Pagar Nusa yang telah lulus level sabuk pertama.

Pengasuh Ponpes Azzuhri Ketileng Gus Lukman Hakim dan Syuriyah PWNU Jawa Tengah Kiai Ahmad Hadlor Ihsan, dijadwalkan mengisi mauidhoh hasanah. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan Ketua Dewan Khos Pagar Nusa Kota Semarang Abah Hendro Syufaat dijadwalkan memberikan sambutan dan membuka acara.

“Kami perkirakan penonton mencapai ribuan orang. Pengamanan dari kepolisian dan Banser. Kami sediakan stan untuk berjualan. Silakan hubungi panitia untuk mendapat pelayanan,” pungkasnya.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.2964 seconds (0.1#10.140)