Soal Desa Fiktif, Pengamat: Semestinya Dibahas di Rapat Kabinet

Sabtu, 09 November 2019 - 10:00 WIB
Soal Desa Fiktif, Pengamat: Semestinya Dibahas di Rapat Kabinet
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Silang pendapat terjadi antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, terkait isu desa fiktif yang belakangan mencuat.

Sri Mulyani menyebut ada dana desa sempat mengalir ke desa yang tak berpenduduk. Di ruang publik disebut sebagai desa fiktif.

Sebagai menteri yang bertanggungjawab pembangunan di desa yaitu Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar membantah keras pernyataan Sri Mulyani tersebut.

Abdul Halim mengaku sudah melakukan penelusuran dan tak menemukan desa fiktif sebagai mana disebut Sri Mulyani.

Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing menilai dua pandangan yang sangat berseberangan ini sejatinya diungkapkan dan dibahas tuntas dalam rapat internal kabinet.

Pembahasan, kata dia, bisa dalam rapat kabinet paripurna yang dipimpin Presiden. Bisa juga di rapat kabinet terbatas yang dipimpin Wakil Presiden. atau bahkan bisa dilakukan dalam rapat kabinet khusus yang dipimpin oleh Menko yang terkait.

Menurut dia, dalam rapat kabinet inilah mereka berdua adu fakta, data, bukti, landasan hukum, argumentasi dan bila diperlukan saling mengemukakan dalil untuk membuat kesepakatan dan atau keputusan sebagai landasan kedua menteri tersebut dalam berwacana di ruang publik tentang keberadaan desa yang sedang mereka ributkan itu.

"Sebab, mereka berdua dalam satu "perahu" yang sama, Kabinet Indonesia Maju," kata Emrus dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Sabtu (9/11/2019).

Namun, sambung dia, persoalan sudah berbeda. Mereka berdua sudah terlanjur saling berseberangan tentang objek yang sama di ruang publik.

Oleh karena itu, kata dia, perbedaan pandangan ini harus mereka pertanggungjawabkan ke publik. Jika dua pandangan yang berbeda tersebut ada kecocokan fakta, data dan bukti, hanya yang berbeda dari sudut pandang saja, ini lebih mudah melakukan klarifikasi di ruang publik.

"Lain halnya bila ditemukan ada perbedaan data, fakta dan bukti yang sangat signifikan, maka perlu dilakukan uji validitas secara menyeluruh terhadap sajian lontaran pernyataan dari dua menteri tersebut," tandas Direktur Eksekutif Emrus Corner ini.

Jika hasilnya ditemukan fakta, data dan bukti yang bersumber dari dua menteri tersebut tidak valid, kata Emrus, kedua menteri tersebut harus minta maaf kepada publik sembari mengatakan tidak mengulang hal yang sama lagi ke depan.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7175 seconds (0.1#10.140)