Rencana RSNI Gula Coklat Rafinasi Mendapat Penolakan di Banyumas

Jum'at, 25 Oktober 2019 - 07:30 WIB
Rencana RSNI Gula Coklat Rafinasi Mendapat Penolakan di Banyumas
Rencana RSNI Gula Coklat Rafinasi Mendapat Penolakan di Banyumas. Foto/iNews/Saladin Ayyubi
A A A
BANYUMAS - Adanya wacana Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) yang dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) terkait hadirnya gula coklat sukrosa yang merupakan campuran gula rafinasi dan gula kelapa mendapatkan penolakan dari berbagai pihak di Kabupaten Banyumas.

Selama ini, produk unggulan Kabupaten Banyumas adalah gula semut atau gula kelapa organik. Jika gula rafinasi yang dianggap membahayakan bagi kesehatan dilegalkan, maka gula semut organik yang selama ini ada akan menurun kualitasnya.

"Kita kan mengangkat potensi gula kelapa yang ada di Kabupaten Banyumas, bahwa gula kelapa ini atau gula Palma merupakan produk unggulan. Maka kami mendorong masyarakat maupun para pelaku usaha dan petani penderes ini arahnya ke gula organik. Artinya bahwa gula yang didapatkan ini benar-benar hasilnya sehat untuk kesehatan manusia," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyumas, Yunianto usai acara FGD Menjalin Kemitraan Industri Agro Gula Kelapa di Purwokerto, Kamis (24/10/2019).

Dia menegaskan jika pemkab Banyumas maupun para pelaku industri gula kelapa organik menolak rencana yang akan dilakukan oleh BSN tersebut.

"Kaitan dengan adanya rencana Standar Nasional Indonesia yang dilakukan oleh Badan Standardisasi Nasional, bahwa gula rafinasi akan dicampur dengan gula kelapa ini tentunya kami sepakat menolak. Karena dengan adanya rafinasi ini citranya akan turun, maka kami menolak rencana kebijakan ini," jelasnya.

"Makanya kami meminta dukungan dari para pelaku usaha sendiri, kemudian pemerhati produk gula kelapa dan perguruan tinggi, kemudian dari instansi pemerintah sendiri untuk bisa kita sepakat untuk memperjuangkan potensi yang ada di Kabupaten Banyumas yaitu unggulan gula kelapa," ucapnya.

Ketua Koperasi Nira Satria, Nartam Andrea Nusa, salah satu pelaku industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas yang selama ini terus menggenjot agar petani dapat menghasilkan kualitas gula kelapa organik berstandar ekspor juga menolak gula rafinasi yang dicampur dengan gula kelapa. Hal ini dianggapnya akan mempengaruhi perdagangan gula kelapa organik, bahkan berdampak pada para petani gula kelapa.

"Jika sampai terjadi RSNI ini dilegalkan pemerintah, otomatis nanti akan mempengaruhi perdagangan gula kelapa organik. Selain itu akan semakin terbuka lebar untuk mereka membuat gula yang tidak standar organik dan dampaknya akan luar biasa ditingkat petani dimana terjadi penurunan harga besar besaran," jelasnya.

Aksi penolakan adanya gula rafinasi tersebut diakuinya sudah dilakukan oleh beberapa elemen dari tingkat kelompok tani, koperasi kemudian pengusaha gula sampai ke pemerintah.

"Kita juga mengajukan petisi ke BSN, dan Alhamdulillah sudah di dengar untuk mereview kembali apakah itu pas atau tidak jika di RSNI kan. Perkembangan terakhir akan direview kembali komponen yang ada disitu banyak yang tidak sesuai, jadi ada beberapa komponen yang tidak ada standarnya, tidak ada ukurannya berapa," jelasnya.

Sementara menurut Ketua Gula Center Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Mustaufik yang ikut mengawal rencana kebijakan ini mengatakan jika informasi tersebut muncul pada awal tahun 2019. Dimana BSN tengah membuat rancangan SNI dengan nama gula merah sukrosa.

"Memang tidak terinformasi bagaimana di dalam rancangan definisinya melibatkan jenis gula kelapa dan juga jenis dari gula non kelapa seperti gula rafinasi. Isunya bergulir setelah ada wacana dari BSN yang akan meng-SNI-kan gula campuran ini," ucapnya.

Rencana tersebut langsung mendapatkan penolakan bukan hanya dari Kabupaten Banyumas. Namun juga dari Kabupaten tetangga seperti Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara dan Kebumen. Karena dianggap sebagai ancaman yang akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat dari segi sosial, ekonomi, politik bahkan budaya.

Dimana bagi pelaku industri gula kelapa sejak dulu sudah mengembangkan gula kelapa organik dan dengan adanya wacana tersebut juga akan merugikan konsumen jika gula campuran ini hadir.

"Ini karena keunggulan gula kelapa murni yang dari sisi kesehatan membuktikan lebih sehat, nantinya akan rancu. Konsumen tidak bisa lagi mendapatkan gula organik kelapa itu," tuturnya.

Pihaknya juga sudah membuat petisi yang ditandatangani oleh perwakilan pengusaha gula kelapa, pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, dan perwakilan konsumen yang menyatakan penolakan yang ditandatangani oleh Bupati Banyumas dan dikirmkan ke BSN, kementerian perindustrian dan instansi pemerintah lainnya.

"Dari hasil pertemuan yang sudah tiga kali kami menolak dan kalau mereka tidak menerima penolakan, kami memberikan alternatif merubah definisi gula merah atau gula coklat rafinasi ini. Bahwa kami tidak setuju jika definisi bahwa gula coklat rafinasi adalah campuran antara Palma (kelapa) dan gula tebu. Kami minta agar Palmanya dihilangkan. Jadi silahkan spesifik gula coklat rafinasi," tegasnya.

Pihaknya juga memberikan jalan tengah kepada BSN jika tidak menemukan jalan keluar agar peredaran produk gula rafinasi tidak menjadi liar.

"Kami juga minta agar produk (gula rafinasi) ini tidak liar peredarannya kami minta agar menjadi SNI wajib, bukan lagi sukarela. Arti wajib itu siapapun pelaku industri yang mengembangkan gula coklat rafinasi maka dia harus mendapat pengakuan dulu sertifikat SNI-nya," tambahnya.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8147 seconds (0.1#10.140)