Meriah, Ritual Kirab Kebo Bule Ki Ageng Rogo Kusumo di Batang

Kamis, 24 Januari 2019 - 20:17 WIB
Meriah, Ritual Kirab Kebo Bule Ki Ageng Rogo Kusumo di Batang
Ritual budaya Kirab Kebo Bule Ki Rogo Kusumo di Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Batang, Kamis (24/1/2019). FOTO/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
BATANG - Meski diguyur hujan lebat, tak mengurangi antusiasme warga Desa Silurah, Kecamatan Wonotunggal, Batang , dalam melestarikan ritual budaya kirab Kebo Bule Ki Rogo Kusumo Kamis (24/1/2019).

Selian Kebo Bule, masyarakat juga mengarak hasil bumi dan seni tradisional mengelilingi desa. Dalam rangkaian Nyadran Gunung Silurah 2019 yang berlangsung selama empat hari digelar.

Gelaran tradisi budaya sudah di mulai sejak Rabu (23/1/2019) yang dimeriahkan seni tradisi kontemporer berupa Gamelan Silurah, tarian Jaran Gribig, Jatimrajak, Musikalisasi Puisi, tari Kontemporer, dan Musik Bambu.

"Ini merupakan ritual budaya rutin tahunan, namun kali ini berbeda kalau setiap tahun hanya kambing yang disembelih, karena setiap tujuh tahun sekali menyembelih Kebo Bule setelah diarak keliling desa yang selanjutnya di larung di Gunung Rogo Kusumo," kata Kepala Desa Silurah, Kodirin.

Menurutnya, larungan sesaji ini memiliki tujuan yang konon dulunya secara turun temurun dipercaya dapat menambah keberkahan warga masyarakat desa, sehingga rezekinya lancar, warganya sehat dan menolak bala bencana.

"Ini adat tradisi budaya yang setiap tahunya kita uri - uri dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Silurah, untuk mendukung tahun kunjungan wisata di Batang," jelasnya.

Dia menerangkan, di setiap tahunya juga menyembelih kambing kendit yang berwarana putuh tapi ada lingkarang warna hitam di badan Kambing. Yang filosifinya hitam itu langgeng untuk meneruskan naluri dan putih itu suci. Dan setelah tujuh tahun ditutup dengan memotong Kebo Bule.

Dosen Sejarah Universitas Negeri Semarang, Ufi Saeaswati yang juga Peneliti Situs Sejarah Batang mengatakan, tradisi budaya ini sebagai penguatan kehidupan sosial untuk menyadarkan masyarakat universal yang tidak membicarakan tentang agama, akan tetapi upaya jawaban manusia dalam memberikan rasa terimakasih atas keselamatan selain gunung menimbulkan bencana tapi juga menimbulkan keberkahan.

"Kemajuan kebudayaan yang telah diatur dalam regulasi di Undang - undang No.5 tahun 2017 harus direspon oleh semua warga. Karena dengan budaya memberikan suatu penguatan nilai insan manusia sebagai hamba Tuhan," jelas Ufi Saeaswati.

Camat Wonotunggal Himawan juga menambahkan, tradisi ini merupakan aset Pemkab yang harus dilestarikan dan harus ada keberpihakan pemerintah. Sementara, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Batang, Wahyu Budisantoso mengutarakan, Pemkab selalu mensupport segala bentuk kegiatan seni dan budaya asi masyarakat Batang. Karena seni dan budaya tidak bisa dilepaska dari wisata.

"Makanya dari rangkaian kegiatan ini kita terus memberikan pembinaan dan pendampingan dari bedah budaya, bedah situs yang nantinya akan menjadai daya tarik wisata," ujar Wahyu Budisantoso.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.5015 seconds (0.1#10.140)