Pasien Anak Kecanduan Game di RSJD Surakarta Meningkat

Kamis, 17 Oktober 2019 - 20:51 WIB
Pasien Anak Kecanduan Game di RSJD Surakarta Meningkat
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr Arif Zainudin Surakarta nampak dari depan. FOTO/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
A A A
SOLO - Anak dan remaja yang kecanduan game atau gadget di Kota Solo dan wilayah sekitarnya ditengarai mulai marak. Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr Arif Zainudin Surakarta hampir setiap hari kini menerima 1-2 pasien yang kecanduan game.

Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa Anak Remaja RSJD Dr Arif Zainudin Surakarta, dr Aliyah Himawati mengatakan, pihaknya tidak bisa menyebutkan berapa jumlah total anak anak dan remaja yang kecanduan game di gadget. Namun akhir akhir ini jumlahnya mengalami peningkatan. “Saat datang awalnya kecanduan game, namun tidak mau sekolah atau tidak mau makan,” ungkap Aliyah Himawati, Kamis (14/10/2019).

Namun setelah dianalisis, akhirnya baru diketahui jika mengalami kecanduan game. Anak atau remaja yang mengalami kecanduan game sebenarnya sudah ada mulai tiga tahun terakhir. Namun saat itu biasanya baru satu orang dalam seminggu. Namun akhir akhir ini yang mengalami peningkatan drastis. Dia menyebut mulai tahun ajaran baru terdapat sekitar 35 anak yang dibawa ke RSJD Surakarta.

Bahkan, dua diantaranya menjalani rawat inap karena kecanduannya sangat berat. “Yang rawat inap anak SMP kelas 3 dan SMA kelas 1. Setelah rawat inap, kemarin bisa pulang,” bebernya. Anak yang kecanduan game parah, di pikirannya merasa sudah seperti di game itu. Bahkan, anak itu merasa turun dari langit dan tidak mengakui orangtuanya.

Parahnya lagi, anak itu juga sampai berani memukul orangtuanya. Karena kecanduan berat, keduanya sudah tidak mau sekolah. Dalam penanganan terhadapa anak yang kecanduan game, untuk setiap anak berbeda beda disesuaikan dengan gejala yang muncul.

Langkah awal yang dilakukan adalah mengatasi dulu ke arah gangguan emosi. Gangguan emosi itu antara lain marah, tidak bisa tidur, atau tidak mau makan. Untuk mengatasi gangguan emosi, maka diberikan obat farmakoterapi.

Lebih jauh diungkapkan, ketika kecanduan game mengakibatkan rangsangan terhadap otak. Sehingga komposisi cairan otak yang disebut neurotransmiter menjadi berubah keseimbangannya. Gelombang otak juga berubah dengan rangsangan rangsangan seperti itu. Dengan demikian, dari perubahan itu yang muncul adalah emosinya karena diatur dari komponen neurotransmiter. Dengan obat farmakoterapi, maka dapat cepat menyeimbangkan.

Setelah terjadi keseimbangan, maka obat diturunkan dan terapi perilaku dimaksimalkan. Dari pasien yang masuk, mereka biasanya kecanduan game yang ekstrim, seperti perang perangan. Anak yang kecanduan biasanya menganggap enteng bersekolah dan ingin cepat pulang untuk bermain game. Namun ada juga yang ingin segera masuk karena ada wifi kencang di sekolahnya.

Anak anak yang kecanduan itu rata rata justru dari keluarga yang secara ekonomi mampu. “Setelah mulai baik, baru masuk ke terapi perilaku,” tandasnya. Pada awalnya, anak tidak mengakui kalau kecanduan game dan merasa baik baik saja.

Mengakui telah kecanduan game merupakan sebuah proses agar bisa masuk ke terapi perilaku. Sementara, farmakoterapi dilakukan berkelanjutan paling tidak selama dua minggu agar stabil.

Setelah minggu pertama bisa dilakukan terapi perilaku yang paling tidak membutuhkan waktu enam bulan. Farmakoterapi dilakukan setiap hari, dan terapi perilaku awalnya pendampingan namun tidak setiap hari. Sehingga evaluasinya tidak dilakukan setiap hari. Dalam terapi perilaku, ada list kontrak yang yang harus dikerjakan. Dengan demikian, akan diketahui apa yang susah dilakukan dan apa yang belum.

Dalam terapi perilaku, anak yang kecanduan game akan diarahkan harus melakukan apa setelah pulang sekolah. “Kalau sebelumnya kan pulang sekolah langsung pegang HP. Sekarang dibatasi,” urainya.

Penggunaan HP dibatasi pada waktu waktu tertentu dan maksimum dua jam sehari. Sejauh ini, anak yang kecanduan game yang telah dibawa ke RSJD Surakarta untuk diperiksakan usianya sekitar 10 tahun. Anak yang kecanduan game, biasanya orangtua telah mengetahui karena terus menerus memegang HP.

Ciri lainnya adalah sudah tidak bisa melakukan fungsi tugasnya. Jika anak sekolah, tentu tugasnya adalah sekolah. Namun jika kecanduan game, maka akan suka membolos sekolah atau bahkan tidak mau sekolah. Anak yang kecanduan game, ada yang datang langsung tapi ada juga yang direkomendasikan oleh dokter.

Agar tidak kecanduan game, ia memberikan saran agar membatasi penggunaannya mengingat saat ini tugas sekolah ada yang memakai HP. Sehingga HP hanya digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah. Sedangkan di lingkungan keluarga, diharapkan pada jam jam tertentu semuanya tidak memegang HP. Tetapi sebagai waktu efektif untuk komunikasi keluarga. Dirinya juga menyaran agar alangkah baiknya sebelum usia 17 tahun tidak diberikan HP. Kebiasaan orangtua yang memutarkan youtube untuk anaknya agar mau makan dinilai tidak baik dan menjadi pembiasaan.

Tak kalah penting adalah orangtua harus instrospeksi apakah juga kecanduan HP atau tidak. Gejala yang dapat dilihat adalah setiap lima menit mengecek HP. Pihak RSJ Surakarta juga ada permintaan untuk home visit karena anak yang ditengarai kecanduan enggan dibawa untuk diperiksakan. “Saat ini sedang diproses apakah bisa atau tidak. Namun SDM (sumberdaya manusia) di sini juga terbatas,” imbuhnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6855 seconds (0.1#10.140)