Direktur PT HTK Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka

Kamis, 17 Oktober 2019 - 11:00 WIB
Direktur PT HTK Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka
KPK menetapkan Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono sebagai tersangka pemberi suap kepada terdakwa penerima suap Bowo Sidik Pangarso. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Taufik Agustono ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pemberi suap kepada terdakwa penerima suap Bowo Sidik Pangarso, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar periode 2014-2019.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan, setelah mencermati fakta-fakta penyidikan sebelumnya serta fakta-fakta persidangan satu terpidana pemberi suap dan dua terdakwa penerima suap kemudian KPK membuka penyelidikan baru atas pengurusan kontrak sewa-menyewa kapal antara PT HTK dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog).

Terpidana pemberi suap yang dimaksud adalah General Manager Komersial PT HTK Asty Winasty yang telah divonis 1 tahun 6 bulan. Sedangkan dua terdakwa penerima suap yakni, Bowo Sidik Pangarso dan orang kepercayaan Bowo sekaligus pegawai PT Inersia Ampak Engineers (Inersia) M Indung Andriani K yang dituntut 4 tahun penjara.

Alexander membeberkan, penyelidikan dilakukan karena KPK telah menemukan adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak lain. Dari hasil penyelidikan disimpulkan telah terpenuhi alat bukti yang cukup pengurusan kontrak sewa-menyewa kapal antara PT HTK dengan PT Pilog.

Setelah melalui berbagai tahapan kemudian penyelidikan dinaikkan ke tahap penyidikan dengan meningkatkan status perkara ke penyidikan dengan penetapan satu orang sebagai tersangka.

"Yaitu TAG (Taufik Agustono), Direktur PT Humpuss Transportasi Kimia. Tersangka TAG diduga melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegas Alexander saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.

Mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Jakarta ini mengungkapkan, mulanya PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama 2013-2018 yakni PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS).

Rupanya pada 2015, kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas yang lebih besar dan tidak dimiliki oleh PT HTK. Kontrak diputus juga karena adanya pendirian perusahaan induk BUMN dalam bidang pupuk di Indonesia yakni PT Pupuk Indonesia Holding Company (PT PIHC).

Dengan begitu pengangkutan amoniak dialihkan kepada anak perusahaan PT PIHC yakni PT Pilog. Selanjutnya, para pihak termasuk tersangka Taufik melakukan upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.

Guna merealisasikan hal tersebut, PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso. Bowo kemudian bertemu dengan Asty Winasty. Bowo sepakat mengatur sedemikian rupa agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal

Hasil pertemuan tersebut dilaporkan Asty ke Taufik. Setelah itu, Taufik melakukan pertemuan dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015. Dalam proses tersebut, Bowo meminta sejumlah fee.

"Tersangka Taufik sebagai Direktur PT HTK, membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk Bowo," ungkap Alexander.

Selanjutnya pada 26 Februari 2019 dilakukan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU antara PT Pilog dengan PT HTK. Satu di antara isi MoU adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Setelah MoU tersebut, disepakati bahwa untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers guna memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK.

Bowo, tutur Alexander, meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas telah ditandatanganinya MoU antara PT HTK dan PT Pilog. Permintaan ini disanggupi oleh tersangka Taufik selaku Direktur PT HTK dan juga disetujui oleh Komisaris PT HTK.

Tapi dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya.

"Pada rentang waktu 1 November 2018-27 Maret 2019, diduga terjadi transaksi pembayaran fee dari PT HTK kepada BSP yaitu USD59.587 pada 1 November 2018, USD21.327 pada 20 Desember 2018, USD7.819 pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019. Di PT HTK, uang-uang tersebut dikeluarkan berdasarkan memo internal yang seolah membayar transaksi perusahaan, bukan atas nama Bowo," bebernya.

Alexander menegaskan, penetapan Taufik sebagai tersangka bukan akhir dari penanganan kasus ini. Karena dalam fakta-fakta persidangan Asty, Indung, dan Bowo serta pertimbangan putusan atas nama Asty telah terungkap keterlibatan sejumlah pihak.

Di antaranya mantan Direktur Umum dan SDM PT Petrokimia Gresik (Persero) yang kini Direktur Utama PT Petrokimia Gresik (Persero) Rahmad Pribadi, makelar kontrak bernama Steven Wang, dan Direktur Utama PT Pilog Ahmadi Hasan. Bahkan Ahmadi dan Steven telah menerima uang dari PT HTK melalui Asty.

"Yang bertiga itu yang muncul dalam persidangan, yang disebut juga menerima itu pasti kalau cukup alat bukti, pasti akan di-ekspose ke pimpinan, sejauh mana keterlibatan yang bersangkutan itu. Yang satu (Taufik) yang baru ditetapkan itu kan berdasarkan fakta persidangan," ucapnya.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6928 seconds (0.1#10.140)